Imaduddin Al Fanani, Mahasiswa Uhamka
Allah
SWT mengutus Nabi Muhammad SAW dalam keadaan tidak mampu membaca dan juga
menulis (Umi) di tengah-tengah umatnya yang tidak mampu mengenal apa itu
membaca dan menulis alias buta huruf. Namun, yang menjadi pertanyaan kenapa
justru wahyu yang pertama kali turun melalui malaikat Jibril adalah perintah
untuk membaca (Iqra’)? Hal ini menunjukkan bahwa Islam adalah agama ilmu
dan “membaca” merupakan sesuatu yang sangat penting untuk membangun peradaban.
Menurut
bahasa membaca (Iqra’) diambil dari bahasa Arab Qara’a - Yaqra’u –
Qira’atan – Waqur’anan yang memiliki arti membaca. Membaca disini tidak hanya
dimaknai membaca secara tekstual saja, namun lebih dari pada itu yaitu membaca
secara kontekstual bagaimana belajar dan memahami hamparan realitas ciptaan
tuhan baik yang terjangkau oleh panca indra manusia ataupun yang tidak dapat
terjangkau oleh panca indra manusia (Ghoib).
Namun,
membaca tidak akan sempurna jika tanpa dibarengi dengan akal. Di dalam Al
Qur’an disebutkan banyak hal tentang akal (ilmu) dengan segala derivasinya
mulai dari Aql, Fikr, Ilm, dll. Dari sinilah kita tahu bahwa Islam tak
diragukan lagi akan ilmunya atau Islam adalah agama ilmu. Bahkan Allah SWT
memerintahkan hambahNya melalui RasulNya akan wajibnya menuntut ilmu bagi umat
muslim. Tidak hanya itu, Allah juga akan mengangkat beberapa derajat bagi orang
yang beriman dan berilmu pengetahuan beberapa derajat.
Sebagai
agama Rahmatan Lil Alamin, agama Islam pernah mencapai puncak kejayaan
dan keemasan ilmu pengetahuan dan sains yang berlangsung kurang lebih seribu
tahun lamanya. Banyak ilmuan-ilmuan muslim yang melahirkan karya-karya
cemerlang dan kontribusi besar bagi perkembangan ilmu pengetahuan hingga saat
ini.
Al
Khawarizmi, Ibnu Haitsam, Ibnu Sina, Ar Razi dan masih banyak ilmuan-ilmuan
muslim lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu. Mereka adalah
ilmuan-ilmuan muslim yang mana karya-karyanya masih sangat relevan dengan
perkembangan zaman hingga menjadi rujukan dalam berbagai bidang ilmu
pengetahuan dan sains modern hingga abad 18. Mereka mampu menjadi ilmuan-ilmuan
muslim ditengah kekurangan dan keterbatasan pada saat itu, apalagi kita yang
hidup di zaman yang serba canggi dan modern ini tentunya harus bisa memberikan
hal lebih dari pendahulu-pendahulu kita dengan segala kemudahan saat ini.
Iman
tanpa kecerdasan akan melahirkan umat yang lumpuh. Begitu pula sebaliknya,
kecerdasan tanpa iman akan melahirkan kebiadaban. Demikian pula, ilmu yang
tidak diamalkan bagaikan pohon yang tidak berbuah. Buahnya ilmu dapat diperoleh
melalui pengalaman dan amal. Perpaduan ilmu dan amal inilah yang nantinya akan
mewujudkan suatu amal ilmiah dan ilmu amaliah, artinya ilmu itu haruslah
diamalkan dan amal itu haruslah ilmiah (Tidak taqlid dan dapat dipertanggung
jawabkan).
Founding
father Muhammadiyah kerap kali mengatakan “Manusia semua akan mati kecuali
orang-orang yang berilmu atau para ulama’. Dan orang-orang yang berilmu atau
ulama’ semua akan bingung kecuali orang yang telah beramal. Dan orang-orang
yang telah beramal masih khawatir atau takut kecuali orang yang beramal dengan
niat ibadah ikhlas karena Allah”. Beliau tidak hanya mengajarkan dan menekankan
pentingnya ilmu, tetapi juga menekankan pentingnya amal, yaitu amal yang
fungsional dan solutif yang dilaksanakan dengan niat ikhlas beribadah kepada
Allah SWT.
Dengan
spirit inilah amal ilmiah dan ilmu amaliah Muhammadiyah sukses membangun Amal
Usaha Muhammadiyah (AUM) yang banyak diberbagai bidang. Rumah Sakit, Panti
Asuhan, Sekolah, dan lain-lain adalah beberapa contoh gerakan Ilmu Amaliah dan
Amal Ilmiah.