Rahman Alamsyah Putra, Mahasiswa Uhamka
Virus Corona (Covid-19) diketahui pertama kali muncul di sebuah pasar hewan dan makanan laut di kota Wuhan, Cina pada akhir Desember 2019. Setelah itu, COVID-19 menular antar manusia dengan sangat cepat dan menyebar ke puluhan negara, termasuk Indonesia, hanya dalam beberapa bulan. Penyebarannya yang cepat membuat beberapa negara menerapkan kebijakan untuk memberlakukan lockdown untuk mencegah penyebaran virus Corona.Di Indonesia, pemerintah menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk menekan penyebaran virus ini.Tepat pada 1 Juni 2020 Pemerintah memberlakukan New Normal dengan peraturan tetap mematuhi protokol kesehatan ketika berpergian ke luar rumah. Hingga saat ini pandemi Covid-19 masih terus mewabah di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Tercatat per tanggal 10 Oktober 2020 update Corona Dunia Indonesia naik Kepringkat 21 Global.
Pemerintah terus berupaya untuk mengatasi pandemi Covid-19 serta juga memikirkan bagaimana perekonomian masyarakat terus berjalan namun tetap memperhatikan kesehatan masyarakat. Oleh karena itu New Normal adalah perubahan prilaku atau kebiasaan untuk tetap menjalankan aktivitas seperti biasa namun dengan selalu menerapkan protokol kesehatan Social distancing memberi pembatasan ruang dan waktu terhadap segenap kegiatan rutin dalam sistem pembelajaran pada setiap jenjang pendidikan, mulai pra sekolah, sekolah dasar dan menengah hingga pendidikan tinggi. Banyak hal yang terlihat jelas setelah menyimak perubahan sistem pembelajaran pada setiap jenjang tersebut. Pembelajaran lasimnya berlangsung di ruang kelas dengan jadwal tertentu berubah menjadi pembelajaran di ruang masing-masing dengan waktu yang tidak praktis sesuai jadwal pembelajaran. Inilah yang lahir sebagai dampak dari himbauan pembatasan sosial, selanjutnya menciptakan pembatasan operasional pendidikan. Kondisi ini lebih popular dengan istilah pembelajaran “daring” (pembelajaran dalam jaringan) yang sebelumnya juga sudah sangat familiar dan seringdilakukan, namun sebagai alternatif di antara beberapa bentuk pembelajaran yang lebih efektif.
Pembelajaran “daring” sebagai pilihan tunggal dalam kondisi pencegahan penyebaran covid 19memberi warna khusus pada masa perjuangan melawan virus ini. Bahkan bentuk pembelajaran ini juga dapat dimaknai pembatasan akses pendidikan. Pendidikan yang lumrah berlangsung dengan interaksi langsung antar unsur (pendidik dan tenaga kependidikan dan peserta didik) beralih menjadi pembelajaran interaksi tidak langsung. Pembatasan interaksi langsung dalam pendidikan terkadang terjadi pada situasi tertentu namun tidak dalam rangka pembatasan sosial seperti yang masyarakat jalani sebagai upaya pencegahan penyebaran virus. Pembatasan ini membawa dampak potitif dan negatif dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Pembatasan sosial memberi dampak pada kebijakan penyelenggaraan pendidikan, pembelajaran harus diupayakan tetap berlangsung dengan berbagai konsekuensi yang ditimbulkan. Hal ini sangat berpengaruh pada masa adaptasi akibat perubahan mekanisme dan sistem pembelajaran tersebut.
Pertama; dampak positif dapat dimaknai dari kondisi praktisi pendidikan melaksanakan kegiatan akademik dengan bekerja dari rumah(work from home). WFH membuat setiap individu yang melakukan aktivitasnya menjadi lebih mandiri dalam memaksimalkan pemanfaatan teknologi dan informasi. Sebelumnya, tidak semua individu memiliki kebiasaan bekerja berbasis IT, namun kondisi ini membuat mereka bisa lebih terbiasa dan terampil menyelesaikan pekerjaan dengan IT. Betapa tidak, praktisi pendidikan dibenturkan pada kondisi yang memaksa dan mengharuskan mereka menjadi mahir secara instan. Beberapa pengakuan legah praktisi tersebut menunjukkan moment social distancing ini membuahkan hasil peningkatan kreativitas dan kompetensi dalam pelaksanaan tugas masing-masing
Tenaga pendidik dari semua jenjang usia bisa melebur diri untuk mengenal kemudahan dalam mengajar berbasis IT. Tenaga kependidikan menuntaskan dan merapikan urusan administrasi dengan bantuan IT. Para peserta didik yang pada umumnya adalah generasi milineal semakin bersenyawa dengan kemahiran mereka menyelesaikan kegiatan dan tugas belajar berbasis IT. Hikmah ini menjadi langkah tidak terencana dan di luar dugaan sebagai upaya pengembangan keterampilan dan pengetahuan setiap unsur praktisi pendidikan relevan dengan zaman. Selain dampak positif tersebut, terlihat pula dampak negatif pada keterbatasan praktisi pendidikan dalam tanggap kondisi, kesiapan personal membutuhkan pendampingan bahkan pedoman khusus untuk memahami IT sebagai jalur pilihan dalam bekerja. Celakanya, kemampuan dasar sangat beragam sehingga melahirkan respon yang tidak seragam dan potensial menciptakan kesenjangan pencapaian tujuan atau target pembelajaran.
Respon pro-kontra terhadap bentuk pembelajaran “daring” ditemukan dalam varian komentar beberapa unsur, yaitu; siswa-mahasiswa, para orang tua dan guru-dosen pada ruang obrolan di berbagai media sosial (facebook Whatsapp dan Instagram). Komentar setiap unsur tersebut memiliki pesan kuat yang mewakili pendapat mereka dalam menyikapi aktivitas belajar berbasis sistem pembelajaran daring selama masa pandemi. Siswa (jenjang pra sekolah hingga jenjang menengah) berekspresi pada tatanan teknis pelaksanaan kegiatan belajar dan penyelesaian tugas pembelajaran beralih seluruhnya terasa menjadi Pekerjaan Rumah (PR) karena seluruh kegiatan belajar dan pembelajaran yang berlangsung lebih lama dan bahkan bisa lebih intens berinteraksi dengan komunitas kecil (keluarga) dalam situasi belajar lebih bermakna. Selain itu, terungkap pula ekspresi perasaan kejenuhan dan kebosanan yang ditengarai oleh keinginan untuk berinteraksi dengan komunitas belajar di sekolah, di antaranya dituangkan dalam bentuk nyanyian, puisi dan video berdurasi pendek untuk menyampaikan perasaan kerinduan mereka untuk bersua di sekolah kembali.