Serambiupdate.com Pendidikan karakter merupakan sebuah gerakan bersama dan disengaja untuk menciptakan ekosistem pendidikan yang ramah secara moral. Pendidikan karakter bukanlah sebuah kegiatan dan program pendidikan yang tujuan utamanya untuk pertumbuhan individu sebagai pribadi bermoral yang dewasa dan bertanggung jawab, melainkan juga sebuah usaha untuk membangun lingkungan dan ekosistem pendidikan yang mampu mengembangkan kultur sekolah sebagai komunitas moral dimana semangat individu sebagai pemelajar bertumbuh (Latif, 2017).
“Peran guru bimbingan dan konseling/konselor (BK) sangat penting dalam mendukung ekosistem pendidikan yang efektif,” kata Awaluddin Tjalla saat memberikan pidato pengukuhan j abatan Guru Besar Tetap dalam bidang bimbingan dan konseling pada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Selasa (15/6).
Dalam kesempatan tersebut, Prof Dr Awaluddin Tjalla MPd membawakan orasi ilmiah berjudul “Peran Guru Bimbingan dan Konseling Dalam Penguatan Karakter Peserta Didik Menghadapi Abad 21”.
Menurutnya, relasi guru bimbingan dan konseling/konselor dan peserta didik/konseli sangat memengaruhi proses pembentukan karakter peserta didik. Kualitas relasi guru/konselor-peserta didik/konseli di kelas diarahkan pada tujuan dilakukannya pelayanan. Pengembangan dilakukan melalui tahap pengetahuan (knowing), tahap tindakan (acting), menuju kebiasaan (habit).
“Nilai karakter yang ditanamkan adalah nilai-nilai universal yang dijunjung tinggi oleh seluruh agama, tradisi dan budaya. Pendekatannya dilakukan secara pribadi dan kelompok dengan berbagai strategi layanan bimbingan konseling yang dilaksanakan oleh guru bimbingan dan konseling/konselor,” ujarnya dalam rilis yang diterima Republika.co.id.
Ia mengutip Geltner & Clarck (2005) yang menyatakan bahwa guru bimbingan dan konseling/konselor memberikan keseimbangan perhatian yang baik kepada seluruh peserta didik, mengembangkan keterampilan dan pemahaman empatik yang mendalam, melakukan pelayanan dan menaruh berbagai harapan besar akan adanya perubahan perilaku positif pada setiap peserta didik.
Lebih lanjut Prof Awaluddin mengemukakan, pengembangan kompetensi hidup peserta didik/konseli memerlukan sistem layanan khusus yang bersifat psiko-edukatif melalui layanan bimbingan dan konseling. “Oleh karena itu, internalisasi nilai-nilai karakter mencakup pengembangan kesadaran, pemahaman, dan penanaman komitmen atas karakter tertentu sehingga menjadi perilaku nyata dalam kehidupan sehari-hari peserta didik/konseli, dan dapat dilaksanakan baik dengan menggunakan layanan dasar maupun dengan layanan responsif untuk tercapainya tujuan pendidikan karakter bagi peserta didik/konseli dengan berbantuan guru bimbingan dan konseling/konselor yang profesional,” tuturnya.
Awaluddin juga menegaskan, melihat pentingnya peranan guru BK/konselor, maka semua guru BK/Konselor dituntut untuk mengembangkan keprofesionalannya secara berkelanjutan. Upaya tersebut diharap guru BK/konselor dapat memenuhi seluruh kompetensi.
Di awal pidatonya, Awaluddin mengatakan, pendidikan dianggap sebagai variabel penentu untuk membentuk sumberdaya manusia yang berkualitas dan unggul dalam persaingan global. Oleh karena itu, dimensi-dimensi dari konsep pendidikan abad 21, diadaptasi dalam kurikulum nasional untuk mengembangkan pendidikan menuju indonesia kreatif tahun 2045. “Berkenaan dengan hal ini, setiap individu diharapkan harus memiliki keterampilan berpikir kritis, pengetahuan dan kemampuan literasi digital, literasi informasi, literasi media dan menguasai teknologi informasi dan komunikasi,” kata Awaluddin mengutip Frydenberg & Andone, 2011; Gopinathan, 2015.
Pada sisi lain, dia menambahkan, memperkuat jati diri bangsa melalui optimalisasi pendidikan karakter melalui proses pendidikan yang dilaksanakan sejak dini, baik secara formal, non-formal, maupun informal, menjadi tumpuan dalam melahirkan manusia Indonesia baru dengan karakter yang kuat yaitu karakter yang mencerminkan kualitas kepribadian dan merit sebagai pribadi dan kelompok. “Ki Hajar Dewantara dengan tegas menyatakan bahwa pendidikan merupakan daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect), dan tubuh anak,” ujarnya mengutip Supriyoko (2019).