Karya Fatimah Az Zahra
Mahasiswa FKIP Uhamka
Krisis moral terus terjadi di negeri ini, terutama terjadi pada generasi
yang masih muda terpelajar. Tidak hanya itu, generasi muda saat ini sudah
semakin menjauhkan diri dari budayanya sendiri dan lebih menyenangi budaya
asing. Salah satunya karya khas bangsa sendiri yaitu wayang. Generasi tua masih
mengemarinya, tetapi generasi muda dapat dikatakan tidak mengemarinya. Padahal wayang
telah diakui oleh dunia internasional sebagai media pembentuk karakter generasi
bangsa. Pemerintah pun telah menetapkan 7 November sebagai Hari Wayang
Nasional.
Wayang merupakan seni budaya Indonesia yang
kaya akan nilai falsafah kehidupan dalam setiap pertunjukannya. Meskipun waktu
terus berganti dan zaman selalu mengalami perubahan, wayang tetap eksis tidak
hanya dijadikan sebagai media hiburan tetapi pula dakwah maupun pendidikan
serta pembentuk karakter terutama generasi muda saat ini. Kita bisa melihat
sendiri dari tokoh-tokoh wayang yang ditampilkan ataupun yang diceritakan serta
cerita yang dijalankan terdapat nilai-nilai kebaikan di dalamnya, namun ada
pula perilaku keburukan. Ada ketidakadilan ataupun kesewenang-wenangan tetapi
ada pula keadilan yang ditegakkan ataupun kesewenang – wenangan tersebut
dihapuskan.
Hanya saja saat ini patut disayangkan generasi penerus justru terbawa
arus akibat perubahan zaman yang terus berkembang. Mereka lebih bergaya dan
bertingkah laku tidak sesuai dengan budaya Indonesia karena belum mampu mampu
menyaring budaya asing yang kurang sesuai tersebut. Kaitannya dengan wayang,
generasi penerus lebih menganggap wayang hanya sebagai seni pajang bahkan
dianggap sudah tidak trend karena sejak awal tidak suka terhadap wayang apalagi
pertunjukannya. Padahal jika generasi penerus mau mengenal, menghayati maupun
mempelajarinya generasi dapat lebih berkarakter bahkan sebagai pedoman
bertingkah laku dalam kehidupan sehari-hari dari cerita wayang yang ditontonnya
tersebut.
Saat ini
bukan waktunya kita menyalahkan generasi penerus mengapa mereka tidak menyukai
wayang bahkan enggan melihat pertunjukan wayang. Bukan berarti pula terlambat
untuk mengenalkan wayang (disertai wataknya) dan ceritanya kepada generasi
penerus. Jika orangtua dapat menyadari wayang lewat pertunjukannya dapat
dijadikan sebagai media tambahan pembentukan karakter anak, tentunya orangtua
dapat lebih terbantu untuk menanamkan nilai-nilai pekerti tersebut.
Tinggal
bagaimana upaya orang tua menanamkan kecintaan kepada wayang dan karakternya
kepada anak beserta nilai pembelajaran yang bisa didapat dari pertunjukan
wayang tersebut. Cara yang paling efektif yaitu dengan bercerita dan
mengenalkannya melalui bahasa sesuai usia dimana wayang tersebut dikenalkan.
Baik melalui buku cerita pewayangan ataupun melalui pengenalan tokoh wayang
secara langsung.
Jangan sampai wayang dengan nilai-nilai kehidupan yang khas di dalamnya dan sangat berguna bagi generasi penerus hanya sekedar cerita dan semakin ditinggalkan oleh penerusnya. Mengenalkan kembali wayang menjadikan generasi penerus akan kembali mencintai budayanya sendiri dan mampu menjaganya agar warisan budaya tersebut tidak punah meskipun perubahan zaman terus terjadi. Secara tidak langsung pula generasi penerus telah mendapatkan pembelajaran karakter sebagai tuntunan bagi kehidupannya.