Drs. Mardanis Darja, SH.Wakil Ketua PRM Setusari
Tulisan ini berangkat dari ayat 262, 263 dan 264, surat al-Baqorah dalam al Quranul Karim yaitu:
الللَّذٍيٍنَ يٌنْيٍقونً أمْوًالَهُمْ فٍيْ سًبِيْلٍ اللهِ ثّمَّ لاً يُتْبٍعٌوْنً مَاَ اَنْفًقُوْا مَنًّا وَّأذًّى لًهٌمْ أَجْرُهٌمْ عٍنْدً رًبِّهٍمْ ولا خًوْفٌ عًلَيْهِمْ وًلاًهُمْ يَحْزَنُوْنَ
قَوْلٌ مَعْرٌوْفٌ وَ مَغْفِرَةٌ خَيْرٌ مِنْ صَدَقَةٍ يَتْبَعُهَا أَذًى والله غني حليم
يايها اللذين امنوا لاتبطلوا صدقاتكم با لمن و لاذى كللذي ينفق ماله رئاء اناس ولايؤمنوا با لله وليوم للأخر فمثله كمثل صفوان عليه تراب فاصابه وابل فتركه صلدا لايقدرون على شيء مما كسبوا ولله لايهدى القوم الكافرين
(“Orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah, kemudian tidak mengiringi apa yang dia infakkan itu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.”) - (262).
(“Perkataan yang baik dan memberi maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi tindakan yang menyakiti. Allah Maha Kaya, Maha Penyantun.” - (263).
(“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu merusak sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima), seperti orang yang menginfakkan hartanya karena riya’ (pamer) kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari akhir. Perumpamaannya (orang itu) seperti batu yang licin yang di atasnya ada debu, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, maka tinggallah batu itu licin lagi. Mereka tidak memperoleh sesuatu apa pun dari apa yang mereka kerjakan. Dan Alloh tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir. - (264).
Ayat di atas menerangkan tentang Allah SWT. memuji orang-orang yang bersedekah dengan ikhlas. Tanpa mengingat-ingat jasanya terhadap orang yang diberinya.
Dalam masalah pemberian atau bersedekah ini ada dua kata yang merusak amal seseorang, yaitu, mannan dan adza. “Mannan yaitu, mengungkit-ungkit jasa”. Sedangkan “adza ialah penghinaan dan seumpamanya”.
Contoh kecil saja penulis kemukakan seperti ini: “Seseorang menolong orang lain, taroklah membantu mendapatkan pekerjaan pada suatu instansi, setiap ada waktu dan kesempatan ia selalu menebarkan pemberitaan bahwa ialah yang berjasa menjadikan seseorang itu berhasil jaya seperti sekarang ini. Atau seseorang meminjamkan uang untuk modal usaha pada orang lain yang sekarang sudah sukses, apalagi orang yang ditolong ini lupa kacang pada kulitnya alias lupa diri, tidak ingat lagi bahwa kesuksesannya sekarang adalah atas pertolongan si fulan dan tidak pula bersyukur atas nikmat Allah yang diberikan kepadanya. Sedang sipenolong tadi selalu mengharapkan balas jasa dari orang yang ditolong, maka keluarlah kata-katanya, ‘sudah ditolong tapi tak ada imbalan apa-apanya, kalau bukan karena pertolongan saya dia tidakkan berhasil seperti saat ini, tak tahu diri’, katanya melengkapi kekesalan hatinya. Padahal ia lupa, Allah-lah yang memberikan kesempatan kepadanya untuk dapat menolong sesama sebagai investasi pahala dalam bentuk tabungan akhirat”.
“Seseorang yang datang meminta-minta ataupun memohon suatu pertolongan kepada seseorang tapi reaksi orang yang dimintai tolong jangankan ia berusaha untuk dapat membantu tapi malah membom bardir dengan hinaan-hinaan yang menyakitkan hati orang yang butuh pertolongan tersebut”. Padahal Allah mengajarkan kita lewat al-Quran, surat al-Baqorah, ayat 263 seperti yang disebutkan di atas, yaitu, قول معروف مغفرة خير من صدقة يتبعها اذاً ولله غني حليم - (“Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik daripada sedekah yang diiringi tindakan yang menyakiti. Allah Maha kaya. Maha Penyantun”. Perkataan baik maksudnya adalah menolak dengan perkataan yang baik kepada orang yang minta tolong itu seandainya memang kita belum sanggup menolongnya dan pemberian maaf artinya, memaafkan tingkah laku yang kurang sopan dan kurang berkenan di hati kita dari peminta-minta yang minta pertolongan tersebut.
Kedua sifat tersebut di ataslah yang dapat menggugurkan pahala sedekah kita. Karena itu, barangsiapa yang bersedekah dan ingin selamat, hendaklah menghindari kedua sifat tersebut, maka pahalanya pasti dijamin Allah, bahkan tidak akan dihinggapi rasa takut dari segala kengerian di hari kiamat, dan tidak merasa menyesal terhadap apa yang tertinggal di dunia. Sebab ia merasa telah mencapai yang jauh lebih baik dan sempurna daripada apa yang dapat dibayangkan.
Pada kesempatan ini penulis mengutip satu hadits dari Rasulullah SAW. yang berbunyi:
ثلاثة لاينظر لله اليهم يوم القيلمة العاق لوالديه ومدمن الخمر والمنان بما اعطى (رواه ابن مردويه وابن حبان والحكيم والنسائ) (“Ada tiga macam orang yang tidak dilihat Allah dengan pandangan rahmat-Nya di hari kiamat, yaitu: orang yang durhaka terhadap ibu bapaknya, peminum khamar, dan orang suka mengungkit-ungkit pemberiannya”). (Hadits Riwayat: Ibnu Murdawaih, Ibnu Hibban, Hakim, dan Nasa’i).
Jadi jelas, orang-orang yang mengungkit-ungkit pemberiannya disejajarkan keburukannya dengan orang yang durhaka kepada ibu bapaknya dan peminum khamar.
Oleh sebab itu Allah SWT. memperingatkan kepada orang-orang yang beriman, agar jangan menghilangkan pahala sedekahnya dengan menyebut-nyebut dan menyakiti perasaan si penerima, seperti orang yang riya karena ingin maendapat pujian dari orang lain, bukan karena dorongan iman kepada Allah dan hari kemudian”.
Sebagaimana batalnya sedekah orang yang riya, demikian pula batal sedekah orang yang mengungkit-ungkit sedekahnya atau menghina orang yang disedekahi. Sebab, orang yang berbuat karena riya itu hanya ingin dikenal sebagai dermawan dan supaya selalu dipuji orang, sama sekali tidak terdorong untuk mendapat keredhaan Allah atau ingin pahala di hari akhir.
Kemudian pada ayat 264 yang tercantum di atas, Allah SWT. memberikan perumpamaan bagi orang yang bersedekah karena riya atau bersedekah kemudian mengungkit atau menghina penerimanya bagaikan batu marmer yang halus yang ada tanah di atasnya , tiba-tiba turun hujan lebat, maka batu kembali menjadi licin, sementara tanah yang di atasnya itu telah tersapu bersih.
Demikianlah amal orang yang tidak ikhlas karena Allah, hilang sia-sia, sehingga tidak mendapatkan apa-apa di sisi Allah. Dan Allah tidak memberi hidayah kepada kaum yang kafir.
Akhirnya, satu hal lagi yang dapat penulis kemukakan yaitu, adanya kesamaan yang pasti pada manusia dalam perjalanan hidupnya, yaitu “sama-sama berakhir dengan kematian” tapi ada pula perbedaan yang mencolok yaitu, “tentang amaliah yang kita lakukan, apakah berdasarkan keikhlasan karena Allah, yang akan memberikan kebahagiaan kepada kita. Atau Sebaliknya amaliah yang dilakukan bukan karena Allah, yang membuat amal ibadah kita sia-sia tanpa mendapat pahala apapun”.
Oleh sebab itu, marilah kita upayakan niat dan perwujudan dalam beramal betul-betul karena Allah bukan karena yang lain (Ikhlas Beramal). Semoga akan memetik hasil yang baik, indah dan menyenangkan di akhirat kelak. Aamiiiin Ya Rabbal ‘Aalamiiiin.