Karya Qiara Zahra Namyra
Mahasiswa D3 Perpajakan FEB Uhamka
Pembahasan kali ini adalah berkurangnya vonis dari seorang jaksa yang melakukan tindak korupsi, namun tidak hanya itu saja banyak tindakan yang ia lakukan selain melakukan korupsi. Menurut saya pengurangan vonis yang dilakukan oleh pengadilan terhadap Jaksa Pinangki ini sangatlah tidak logis, alasan pertama adalah hakim menyatakan terdakwa Jaksa Pinangki sudah mengaku bersalah dan mengatakan menyesali perbuatannya serta mengikhlaskan dirinya dipecat dari profesinya sebagai jaksa. Kedua, Jaksa Pinangki adalah seorang ibu dari anaknnya yang masih balita sehingga diberi kesempatan untuk mengasuh dan memberi kasih sayang kepada anaknya dalam masa pertumbuhannya. Ketiga, Jaksa Pinangki sebagai seorang Wanita harus mendapat perhatian, perlindungan dan diperlakukan secara adil. Keempat, perbuatan Jaksa Pinangki tidak terlepas dari keterlibatan pihak lain yang turut bertanggung sehingga kadar kesalahannya mempengaruhi putusa ini. Terakhir, tuntutan pidana Jaksa/Penuntut Umum selaku pemegang azas Dominus Litus yang mewakili negara dan pemerintah dianggap telah mencerminkan rasa keadilan masyarakat.
Bagaimana tanggapan kalian dengan hasil putusan dari pengadilan yang mana kita ketahui Jaksa Pinangki tercatat melakukan tindak pidana korupsi, subsidiair dan pencucian uang pada dakwaan kedua dan dalam dakwaan ketiga subsidiair “Pemufakatan Jahat Untuk Melakukan Tindak Pidana Korupsi”. Selain itu Jaksa Pinangki sebagai aparat penegak hukum malah membantu Djoko Tjandra menghindari eksekusi hukuman atas kasus Bank Bali yang berawal di tahun 1999.
Dalam hal ini seluruh masyarakat Indonesia bahkan dunia dapat berpikir bahwa pengurangan vonis hukuman yang diberikan pengadilan sangatlah tidak masuk akal. Bukankah semua orang dihadapan hukum adalah sama? Ketika seseorang bersalah ya tentu saja orang tersebut harus lah mengakui dan memang menyesali perbuatannya dan tidak akan mengulanginya lagi namun ini untuk dirinya sendiri tapi dalam hukum haruslah diberi sanksi yang tegas. Dalam hakikatnya hukum itu tidak mengenal gender atau jenis kelamin. Seseorang bersalah yang seseorang tersebut akan dijatuhi hukuman. Walaupun dia adalah seorang ibu sekalipun. Ini sangat tidak relevan dengan hukum Indonesia. Hukum Indonesia sudah sangat bagus dan benar namun sayangnya banyak sekali aparatur negara yang menyeleweng dari tugasnya. Hal yang perlu dibenahi adalah sikap tegas dari seorang pemimpin kepada anak buahnya. Bagaikan bangunan jika tidak diberi pondasi yang kuat makai a akan runtuh dan hancur, begitu pula dengan susunan pemerintah sekarang, terlalu banyak suap dimana-mana sehingga membuat hukum kotor. Dari banyaknya kasus dan berita ini kita dapat menyimpulkan bahwa hukum yang ada di Indonesia sudah ternodai dengan para aparatur negara yang menyeleweng dari tugasnya.