Karya Ilham Akbar Maulana
Mahasiswa D3 Perpajakan FEB Uhamka
Pendidikan karakter ialah suatu elemen yang tidak dapat dipisahkan dalam sistem pendidikan kita di Indonesia. Tidak seperti pendidikan yang berbasis teori dan literatur yang biasanya berlaku hanya pada jenjang pendidikan tertentu, pendidikan karakter berlaku dan selalu diperhatikan pada berbagai jenjang pendidikan. Beberapa orang mengatakan dengan nada skeptis bahwa pendidikan karakter itu hanya sekadar tempelan.
Tujuan sistem pendidikan yang tercantum dalam UU No. 2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional yang menyebutkan ”Mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”.
Sejatinya, keluarga merupakan peletak dasar utama pendidikan karakter, karena siswa lebih banyak meluangkan waktunya dalam keluarga ketimbang di sekolah. Dengan demikian, guru perlu bekerja sama dengan orang tua siswa, karena pendidikan di sekolah dan di rumah itu harus sinkron satu dengan yang lain.
Pendidikan karakter ialah pendidikan yang diberikan untuk menyiapkan keterampilan siswa guna menghadapi kenyataan-kenyataan di dalam kehidupan nyata sehari-hari. Bagaimana membawa diri dalam pergaulan, bagaimana harus berbicara santun, bagaimana harus bertoleransi kepada orang lain, bagaimana menyikapi kenaikan harga bahan bakar, listrik, dan lain sebagainya.
Orang tua mana yang tak menginginkan anaknya menjadi pribadi yang berintelektualitas tinggi sekaligus memiliki perilaku yang baik dan menghormati orang lain? Prestasi akademis sering diutamakan. Akan tetapi, perlu kita ingat bahwa sukses dalam kehidupan itu tidak selalu bergantung pada kemampuan akademis seseorang.
Ada pihak yang menyatakan bahwa pendidikan karakter itu ialah membuat siswa melakukan apa yang diperintahkan oleh guru. Hal semacam ini seharusya membawa kita kepada pembebanan suatu sanksi dan sistem ‘hadiah dan hukuman’ yang hanya berdaya guna untuk sementara saja. Pemberian ’hadiah dan hukuman’ tak memberikan dampak yang menolok bagi perubahan karakter dalam jangka panjang
Meurut studi Dr. Marvin Berkowitz – seorang pakar pendidikan karakter dari University of Missouri, St. Lois – ternyata pendidikan karakter memiliki pengaruh besar terhadap peningkatan motivasi siswa untuk meraih prestasi. Pada kelas-kelas tertentu terdapat penurunan drastis perilaku negatif siswa yang menghambat keberhasilan akademis. Hal ini muncul, karena salah satu tujuan pendidikan karakter adalah untuk mengembangkan kepribadian yang berintegritas terhadap nilai dan aturan yang ada. Bila siswa berintegritas, maka ia akan memiliki keyakinan terhadap potensi diri untuk menghadapi hambatan dalam belajar.
Pendidikan karakter itu mencakup ranah pengetahuan (cognitive), perasaan (affective), sikap (attitude), dan tindakan (action). Harus mampu memberikan ’asupan’ bukan hanya bagi raga, tetapi sekaligus juga bagi jiwa berupa moralitas untuk menentukan sikap baik-buruk atau benar-salah. Pengembangan dan implementasi pendidikan karakter harus dilakukan dengan mengacu kepada grand design tersebut.
Martin Luther King mengatakan bahwa kecerdasan plus karakter itu ialah tujuan akhir pendidikan yang sebenarnya (Intelligence plus character… that is the goal of true education).
Pendidikan karakter merupakan kunci membangun peradaban bangsa yang memanusiakan manusia.