Serambiupdate.com Pendidikan merupakan hak setiap anak. Idealnya setiap anak dapat belajar di sekolah yang terdekat dengan lingkungan tempat tinggalnya. Keterbatasan kemampuan finansial maupun non finansial seringkali menghilangkan kesempatan anak untuk mendapatkan pendidikan.
Salah satu hambatan terbesar yang
dialami oleh anak untuk mendapatkan pendidikan adalah kurang atau adanya
perbedaan kemampuan anak yang secara signifikan berbeda dengan anak-anak pada
umumnya/anak-anak tipikal. Perbedaan ini tidak selalu mengacu pada kurangnya
kemampuan seorang anak. Tidak jarang mereka yang memiliki kemampuan yang
menonjol pun mengalami hambatan karena lingkungan tidak memahaminya. Orangtua
merasa mereka merepotkan karena banyak bertanya, dan guru disekolah terkadang
menganggap mereka nakal dan suka mendebat. Sebenarnya, mereka inilah yang
disebut sebagai anak berkebutuhan khusus.
Walaupun pemerintah sudah
mensosialisasikan tentang siapa sih anak berkebutuhan khusus itu, dan
mencanangkan pendidikan inklusi sejak tahun 2000, namun tampaknya pemahaman
masyarakat, pembuat kebijakan dan pendidik masih sangat beragam. Untuk itulah
Fakultas Psikologi Uhamka mengadakan Pelatihan Identifikasi Dan Penanganan
Anak Berkebutuhan Khusus pada guru sekolah dasar di lingkungan sekolah
Muhammadiyah.
Kegiatan ini melibatkan 30 orang
guru sekolah dasar Muhammadiyah dari wilayah Jabodetabek. Pada kesempatan ini
melibatkan tiga orang pengajar dari Fakultas Psikologi UHAMKA, yaitu Anissa
Rizky Andriany, M.Psi., Psikolog, seorang psikolog Pendidikan; Dewi
Trihandayani, M.Psi., Psikolog, seorang psikolog klinis anak; dan Anisia Kumala,
M.Psi., Psikolog, seorang psikolog klinis dewasa. Ketiga pembicara dengan latar
belakang yang berbeda ini bersinergi untuk menyampaikan materi dengan sangat
sistematis dan komprehensif.
Terdapat empat sesi utama dalam
pelatihan kegiatan pelatihan ini, yakni Memahami ABK dan Sistem pendidikannya;
Mengenali jenis-jenis ABK; Identifikasi Awal ABK; dan Intervensi ABK di setting
Sekolah. Sesi awal pelatihan diawali dengan materi yang disampaikan oleh Ibu
Anissa Rizky Andriany mengenai siapa sih anak berkebutuhan khusus dan mengapa
mereka disebut demikian.
“Mengutip pendapat Heward Anak
dengan karakteristik Khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu
menunjukkan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik dapat dikatakan
sebagai anak dengan kebutuhan khusus“ demikian ungkap Nisa.
Peserta pun diajak mengenali
perbedaan istilah imparment, disability dan handicap, istilah yang sering
digunakan oleh WHO untuk mengambarkan hambatan yang dialami oleh anak.
Nisa menegaskan bahwa lingkungan
memberikan dampak yang besar dalam memberikan label bagi anak-anak dengan
kemampuan berbeda ini sehingga pada akhirnya mereka dinilai dan merasa tidak
mampu. Handicap merupakan istilah
yang sering digunakan untuk mengatakan bahwa seseorang tidak mampu hanya karena
perilaku/cara yang ditunjukan oleh seseorang berbeda dengan kebiasaan sosial
yang ada. Oleh karena itu, Nisa mengajak para peserta untuk berfokus pada hal
positif yang ada dalam diri anak.
Diskusi yang sangat menarik pun
terjadi sepanjang sesi pelatihan ini. Seorang peserta bertanya, ”Apakah perlu
seorang anak yang tidak merangkak harus mengulangi tahapan tersebut?”.
Pertanyaan tersebut dijawab oleh Nissa
bahwa fungsi dari merangkak adalah melatih koordinasi anggota badan kiri dan
kanan. Gerakan ini bisa digantikan dengan gerakan menyilang pada brain gym,
ballet, maupun olahraga berenang. Sehingga bila usia merangkat telah terlewati
dapat digantikan dengan gerakan seperti yang telah disebutkan sebelumnya.
Dengan adanya koordinasi yang baik antara anggota badan kiri dan kanan maka
akan memudahkan anak untuk berkosentrasi dan mengikuti pembelajaran. Demikian
terang Nissa.
Dalam sesi pelatihan ini, ketiga
pembicara menegaskan bahwa sekalipun peserta telah berlatih dan mendapatkan
pengetahuan mengenai anak berkebutuhan khusus, bukan berarti peserta pelatihan
dapat mendiagnosa dari gangguan yang dialami oleh setiap peserta didik.
Dewi menegaskan bahwa, “di dalam
proses pelayanan pendidikan khusus, dibutuhkan kerjasama yang baik antara
berbagai pihak, baik pihak sekolah, orang tua, atau lintas disiplin guna
mengoptimalkan potensi belajar yang dimiliki oleh setiap peserta didik”
Akhir pelatihan ditutup dengan
merangkum semua materi yang ada dan diakhiri dengan diskusi untuk memperkuat
pemahaman dan menyamakan persepsi peserta mengenai apa yang telah disampaikan.
Hampir seluruh peserta menyampaikan kesan yang baik mengenai pelatihan ini.
Mereka juga berharap untuk dapat dilakukan pelatihan lanjutan pada waktu
mendatang.