Madila Age Aulia Ningtias
Mahasiswa S1 Kesehatan Masyarakat FIKES UHAMKA
PANDEMI covid-19 telah memaksa pemangku kepentingan pendidikan, khususnya guru sebagai salah satu bagian terpenting, untuk dapat menyesuaikan diri dengan kondisi yang sama sekali berbeda. Guru harus terus mengembangkan diri, meningkatkan kemampuan pembelajaran khususnya di bidang teknologi.
Mereka dituntut belajar lebih agar dapat menghadirkan pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang berkualitas. Sudah barang tentu hal ini tidak mudah bagi sementara kalangan, utamanya yang selama ini kurang begitu akrab dengan pembelajaran daring. Dibutuhkan penyesuaian dan kemauan lebih dari guru agar tetap dapat memberikan pembelajaran berbasis teknologi.
Perubahan di satu sisi memberikan harapan, tetapi pada sisi lain menghadirkan beban tambahan. Belajar teknologi informasi, mempersiapkan materi pembelajaran yang akan disampaikan secara daring, beradaptasi dengan berbagai platform digital yang diperlukan dalam pembelajaran, dan sebagainya. Beban kerja tambahan, jika tidak disikapi dengan benar, dapat memengaruhi suasana kebatinan guru. Banyaknya tugas dan tanggung jawab yang diberikan kepada guru dapat menyebabkan hasil yang dicapai menjadi kurang maksimal karena guru hanya memiliki sedikit waktu untuk menyelesaikan sekian banyak tugas.
Guru Bahagia
Penelitian di berbagai negara mengonfirmasi temuan, guru merupakan salah satu profesi dengan tingkat stres tinggi. Harapan yang menjulang, tuntutan tugas yang menggunung, dan ketidaksiapan menghadapi perubahan sering kali menjadikan profesi ini sarat beban. Tingginya tingkat stres pada gilirannya dapat menyebabkan menurunnya tingkat kebahagiaan subjektif guru.
Meskipun demikian, guru tetaplah pendidik. Tugas kependidikannya melekat sepanjang hayat. Tidak peduli panas dan hujan, normal atau normal baru, luring atau daring, guru tetap harus melaksanakan tugas mulianya dengan senang hati. Mengapa guru harus bahagia? Karena kebahagiaan berkaitan langsung dengan kinerja (Salgado, et.al., 2019).
Kebahagiaan merupakan faktor kunci yang menentukan keberlanjutan jangka panjang dalam suatu organisasi dan memiliki dampak positif pada kinerja keseluruhan (Herwanto dan Ummi, 2017). Kebahagiaan guru sebagai pendidik menyangkut dua hal penting; rasa sejahtera yang diperoleh dari keasyikannya melaksanakan pekerjaan yang memang sudah menjadi panggilan hidupnya dan ini intrinsik, serta nilai ekstrinsik dari pekerjaan (work value).
Diener dan McGavran (2008) menyatakan, stressful life events merupakan salah satu faktor risiko kebahagiaan subjektif karena dapat menyebabkan peningkatan efek negatif dan penurunan kepuasan hidup. Sebenarnya banyak faktor yang memengaruhi kinerja. Namun, penelitian Jalali dan Heidari (2016) menunjukkan kebahagiaan adalah prediktor terkuat bagi kinerja guru. Guru yang berbahagia cenderung memiliki kinerja lebih baik.