Karya Anaka Irsa Santoso
Mahasiswa S1 Kesehatan Masyarakat Fikes UHAMKA
Memasuki umur 20 tahun, individu akan dikenalkan
dengan istilah Quarter Life Crisis, yang jika diartikan ke dalam bahasa
Indonesia adalah krisis di usia seperempat hidup atau dalam rentang usia 20
sampai 30 tahun (Tutut Setyorini, 2019). Biasanya dalam rentang usia itu,
Quarter Life Crisis dimulai saat menjelang masa akhir kuliah, di mana akan
mulai memikirkan karir, asmara, dan kehidupan selanjutnya yang memang akan
tampak begitu asing. Serta pada usia tersebut banyak keputusan-keputusan besar
yang harus diambil serta tanggung jawab yang diemban, jika memang tidak ingin
tersisih dari masyarakat. Ini
adalah fenomena yang biasanya terjadi pada rentang usia 18-30 tahun, yang
ditandai dengan rasa cemas dan gelisah akan banyak hal dalam kehidupan. Orang
yang mengalami quarter life crisis biasanya merasa tidak memiliki arah,
bingung, dan khawatir akan ketidakpastian dalam kehidupan di masa depan.
Sebagai contoh, terlihat jelas bahwa
globalisasi dan perkembangan, seperti internet dan media sosial yang memberikan
seseorang dengan terlalu banyak pilihan dan dengan demikian memiliki banyak
tekanan untuk memutuskan jalan yang diinginkan. Quarter life crisis menyebabkan
kecemasan dan kebingungan. Serta kemungkinan finansial ekonomi yang tidak
stabil. Selain itu, harapan dari orang tua dan masyarakat menciptakan konflik
tambahan dalam diri seseorang yang ingin meluangkan waktu untuk mencari tahu
siapa mereka, menganggap telah membeli properti pada usia dari 25-30 tahun baru
dianggap sebagai seseorang yang sukses. seseorang tersebut akan diserang dengan berbagai pertanyaan
yang menyudutkan sehingga dapat menjadi masalah dan akan sangat berpengaruh
bagi kesehatan mentalnya sehingga perlu diberikan pemahaman dan cara mengatasi
masalah tersebut.
Oleh karena itu,
terdapat beberapa pesan untuk menghadapi Quarter Life Crisis dengan baik yaitu
mengenali diri lebih dalam, menentukan tujuan dan pencapaian, membuat skala
prioritas, tidak membandingkan diri dengan orang lain, berkomunikasi dengan
orang tua, mencari mentor, dan menemui tenaga profesional seperti psikolog jika
masalah semakin rumit.
Menurut First
Direct Bank, fase Quarter Life Crisis terbagi menjadi 2 tipe utama yakni
locked-in (meliputi realitas tidak sama dengan ekspektasi, membebaskan diri,
mencoba hal baru, resolusi dan perkembangan. Kedua, locked-out (meliputi
bersemangat, mengulangi banyak kesalahan, refleksi, penyederhanaan dan
resolusi). Individu yang mengalami Quarter Life Crisis akan mengalami masa
eksplorasi dan refleksi selanjutnya menyusun rencana baru sebagai bentuk usaha
untuk keluar dari Quarter Life Crisis yang sedang dihadapi. Berdasarkan fase
dan problematika masa Quarter Life Crisis, seseorang yang memasuki usia dewasa
seharusnya mampu menghadapi permasalahan yang muncul dalam hidupnya. Masa
dewasa awal adalah masa pembentukan daripada kemandirian individu baik itu
secara pribadi maupun ekonomi, seperti karir yang mulai berkembang, mulai
memilih pasangan, dan memulai sebuah keluarga (Santrock, 2002). Berdasarkan
perkembangan kognitifnya, individu yang memasuki dewasa awal seharusnya telah
dapat berpikir secara reflektif dan menekankan pada logika kompleks serta
melibatkan intuisi dan juga emosi dalam dirinya (Papalia; Olds; Feldman, 2009).
Untuk menghadapi
Quarter Life Crisis dengan baik dapat dilakukan dengan cara bersabar dalam
berproses diri, melakukan hal yang membuat diri sendiri lebih nyaman,
menjauhkan diri dari lingkungan yang memberikan dampak negatif, bersyukur
dengan pencapaian sendiri, hiduplah di masa sekarang, berbagi dan menjadi
manfaat bagi orang lain, menemukan motivasi, serta selalu berdoa dan berserah
diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Quarter Life Crisis yang dialami individu bila tidak cepat
ditangani akan semakin tenggelam dalam lingkaran depresi yang berpotensi
menimbulkan keinginan untuk mengakhiri hidup. Cobalah beri diri sendiri waktu untuk makan enak, bertemu
teman, bermeditasi, menulis di jurnal, atau berolahraga. Jika kamu tidak
merawat diri dengan baik, hampir tidak mungkin untuk bisa mencapai tujuan
kamu.Perlu diingat bahwa tujuan hidup tidak melulu soal melaju pesatnya karir
dan kesuksesan. Hal itu penting, tapi bisa jadi tidak bermakna bila kamu tidak
menikmati hidup, dan menghabiskan waktu untuk melakukan hal-hal yang kamu sukai.