Oleh: Samsul Bahri
Mahasiswa FEB Uhamka
Indonesia karena memiliki jumlah penduduk yang cukup
besar yaitu sebanyak 267 juta jiwa (BPS, 2019) dengan wilayah yang tersebar,
walaupun pemerintah melakukan gerak cepat dalam penanganan Covid 19, tetapi
jumlah kasus dan yang meninggal dunia begitu cepat pergerakannya. Sampai saat
penulis menorehkan tinta ini tercatat 9.096 kausus positif Covid 19. Langkah
lain yang dilakukan oleh pemerintah memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala
Besar (PSBB).
Kebijakan yang diambil pemerintah ini berdampak pada
goyahnya berbagai sektor kehidupan, di antaranya sektor ekonomi dan bisnis. Setiap
orang harus dirumah saja, bekerja di rumah, belajar di rumah, transaksi di
rumah, bahkan ibadah pun di rumah. Ini berdampak pada para pelaku usaha,
terutama para pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), Usaha Mikro dan
Kecil (UKM), maupun pelaku usaha skala besar.
Hal itu karena dengan adanya kebijakan pemerintah Work
From Home (WFH) dan atau Stay at Home, jelas
tingkat permintaan (demand) efektif yang langsung di lapangan
(pasar) secara signifikan menurun. Mereka yang sumber penghasilannya tidak
tetap seperti ojek online (ojol), supir taksi, buruh bangunan, buruh tani,
buruh kebun, dan yang lainya yang tidak tetap penghasilannya otomatis
permintaan efektif menurun.
Jika kita lihat dari sisi ekonomi dan bisnis ini menjadi
masalah besar, karena dari sisi penawaran (supply) pihak perusahaan
akan menurun secara signifikan karena tingkat permintaan (demand) dari
masyarakat menurun juga secara signifikan sehingga keseimbangan pasar (equilibrium) sulit
terjadi. Kalau ini terjadi akan muncul gap atau kesenjangan di masyarakat. Oleh
karena itu untuk menghilangkan gap tersebut selain pemerintah membuat kebijakan
listrik gratis, penurunan pajak, penundaan waktu pembayaran kredit, dan sembako
langsung perlu adanya sebuah solusi bagi pihak pelaku usaha (perusahaan) agar
produksi barang tetap berjalan, dan pihak masyarakat(konsumen) yang selama
pandemi ini harus di rumah saja mudah melakukan pemenuhan kebutuhan (needs), keinginan
(wants), dan harapannya (expectaions).
Pihak perusahaan juga diuntungkan karena dengan pemasaran
online tersebut, maka tidak hanya dari aspek distribusi saja, akan tetapi dari
sisi lain seperti dapat membuka outlet jariangan lebih luas, seperti
komunitas-komunitas masyarakat dapat dikelola melalui media online, harga lebih
kompetitif, dan produk lebih bervariatif dalam arti tidak hanya produk berwujud
(tangibel), akan tetapi dapat menawarkan dan mengelola produk
tidak berwujud (itangible). Pihak perusahaan dapat memanfaatkan aplikasi-aplikasi
yang sudah ada di perangkat smartphone, seperti Whatsapp, shopee,
gojek, grab, tokopedia, lazada, dan lain-lain. Pihak masyarakat pun dengan
mudah memanfaatkan aplikasi tersebut.
Pemanfaatan teknologi di masa pandemi ini memang memaksa
mereka untuk melakukannya karena kebutuhan yang mendesak. Akan tetapi disadari
atau tidak bagi pelaku usaha dan masyarakat (konsumen) yang selama ini memiliki
teknologi khususnya smartphone, akan tetapi belum
memanfaatkannya secara maksimal untuk berbisnis bagi pelaku usaha dan untuk
transaksi pembelian bagi masyarakat (konsumen) ini merupakan sebuah
pembelajaran yang alami (natural).
Di sisi lain pemanfaatan teknologi tersebut dalam
penerapan marketing strategi bersamaan dengan kebijkan pemerintah melalui
listrik gratis dan discount,
penurunan pajak, penundaan waktu pembayaran kredit, dan bantuan langsung
sembako ini merupakan sebuah upaya menyeimbangkan keseimbangan pasar
(equilibrium) atas permintaan (demand) dan (supply), sehingga
harapannya gap pasar dapat di minimalisir.