Oleh : Mutia Maulida
Mahasiswa Uhamka
Seperti yang kita tahu bahwa Pandemi Covid-19 telah menguasai beberapa negara di dunia, salah satunya yaitu Indonesia sejak kemunculan pertamanya pada tanggal 2 Maret 2020. Segala aktivitas manusia menjadi terbatas, banyak kegiatan-kegiatan masyarakat yang diharuskan untuk dilakukan di rumah saja. Kegiatan-kegiatan seperti sekolah, kerja, bahkan beribadah, yang sempat menuai pro dan kontra dari masyarakat.
Dengan banyaknya aktivitas yang dilakukan di rumah saja, menjadikan masyarakat memiliki banyak waktu luang. Salah satunya yang berdampak adalah dalam penyebaran informasi melalui media sosial. Pasalnya, informasi-informasi yang tersebar luas tidak semuanya benar. Sampai pada saat ini temuan isu berita bohong mengenai Covid-19 mencapai 2.145 berita yang tersebar di 5 platform media sosial yang cukup besar di Indonesia, antaranya Facebook, Twitter, Instagram, YouTube, dan TikTok. [Kominfo 16/03/2022]
Banyaknya berita bohong yang beredar luas di masyarakat pada masa pandemi seperti ini, sangat tidak membantu proses pemulihan kehidupan yang tengah merangkak keluar dari lingkar pandemi Covid-19. Seperti yang diungkapkan oleh Ketua Presidium Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) Septiaji Eko Nugroho yang dilansir oleh kompas.com, bahwasanya berita bohong atau hoaks merupakan gejala bahwa kita telah menjejakkan kaki di era pascakebenaran atau post truth.
Post Truth sendiri menggambarkan keadaan dimana sebuah fakta obyektif akan kalah oleh emosi atau keyakinan seseorang dalam menanggapi suatu informasi atau berita. Terlebih dengan adanya perkembangan teknologi informasi seperti sekarang ini yang membuat seakan hal tersebut diberikan “panggung” untuk bertarung.
Seperti pada saat menjelang bulan suci Ramadhan yang diikuti dengan melonjaknya kasus Covid-19. Banyak masyarakat yang mengasumsikan bahwa melonjaknya kasus Covid-19 di Indonesia bertujuan menghambat aktivitas mudik jelang lebaran mendatang. Setelah dilakukan penelusuran, data menunjukkan bahwa kasus melonjaknya Covid-19 terjadi beberapa pekan setelah momentum hari libur nasional seperti Libur Natal, Libur Tahun Baru, Libur Imlek, dan sebagainya.
Hal tersebut kemudian ditanggapi oleh Pak Eko Nugroho pada perbincangannya dengan Kompas.com “Di era pandemi, ada yang pro ilmu pengetahuan, ada juga yang kontra. Ada yang percaya Covid-19 ini nyata, tetapi ada pula yang yakin bahwa pandemi merupakan rekayasa dari elite global dan industri farmasi dunia yang ingin untung. Mereka ini eksis,” ujarnya [rabu,16/2/2022].
Dalam mengatasi penyebaran berita bohong, Kominfo bekerja sama dengan Kepolisian Republik Indonesia dengan harapan ada sinergi untuk mensosialisasikan penyebaran ditinjau dari sisi hukum. Di Indonesia sendiri terdapat KUHP tentang fitnah dan hasut, serta UU ITE Pasal 28 tentang penyebaran berita bohong yang menyesatkan.
Mengingat cepatnya laju penyebaran suatu berita, masyarakat diharuskan memiliki kesadaran untuk lebih berhati-hati dan tidak mudah “menelan” berita secara mentah-mentah tanpa mencari tahu kebenarannya terlebih dahulu sebelum kemudian berita tersebut disebarluaskan kembali.