Serambiupdate.com - Rika Rosvianti, Tim Ahli atau Pakar Pencegahan dan Penanggulangan Seksual Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), mengatakan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 30 Tahun 2021 menjamin hak warga negara atas pendidikan akan dipertahankan.
“Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi telah menerbitkan Permendikbudristek Nomor 30 (Permendikbudristek PPKS) tahun 2021 tentang Pencegahan dan Pengendalian Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi,” tutur Rika.
Rika mengatakan aturan dibuat untuk memastikan bahwa hak-hak warga negara yang berpendidikan ditegakkan, terutama bagi korban yang pendidikannya sering terganggu karena kekerasan seksual. Peraturan dibuat untuk memastikan bahwa upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual didasarkan pada kebutuhan korban.
Dalam proses dan isinya, Permendikburistek PPKS mempertahankan prinsip inklusi dan partisipasi dengan melibatkan jaringan masyarakat sipil yang menangani isu-isu seperti kekerasan, disabilitas dan lintas iman.
“Mari kita dukung dan awasi pelaksanaan GerakBersama untuk mewujudkan kampus AmanBersama dengan menggunakan hastag,” ujar Rika.
Luluk Nur Hamidah, Sekretaris Jenderal Kaukus Perempuan Parlemen dan Anggota Badan Legislasi DPR, menyambut baik keberadaan Permendikbudristek PPKS untuk menciptakan ruang belajar yang aman bagi universitas.
“Permendikbudristek PPKS ini merupakan kabar baik, terutama menjembatani kesenjangan dalam Perda Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Seksual yang belum ada di kampus. Bukan sekadar terobosan, melainkan dalam melindungi korban kekerasan seksual. revolusi,” jelas Luluk.
Kamelia Sambas, Koordinator Isu Perempuan dan Anak Pemuda Pelajar Merdeka, menjelaskan ada 750 relawan dalam Kampanye Perlindungan Ruang Kelas yang Aman dan Nyaman di Perguruan Tinggi.
“Kami berharap Permendikbudristek PPKS terus menjadi payung hukum pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di perguruan tinggi dan bagi hakim Mahkamah Agung dapat bijaksana dengan menolak gugatan judicial review terhadap Permendikbudristek PPKS agar tidak melemahkan peraturan ini dalam menciptakan ruang belajar yang aman dan nyaman di perguruan tinggi,” tambah Kamelia.
Sejak 2015 hingga 2020, perempuan (Komnas Perempuan) mengalami kekerasan seksual di semua jenjang pendidikan. Namun, hanya 27% pengaduan yang diterima berada di tingkat pendidikan tinggi.
Berdasarkan 174 kesaksian dari 79 kampus di 29 kota, 89% perempuan dan 4% laki-laki menjadi korban kekerasan seksual.
Menurut laporan Ditjen Dikti, 77% dosen pernah mengalami kekerasan seksual di kampus. Namun, 63 persen di antaranya tidak melaporkan kasus.
(ADP)