Dalam pidato berjudul ‘Pendidikan Bahasa dan Seni sebagai
Jalan Kebudayaan’, Prof Suwarsih berharap pendidikan bahasa dan pendidikan seni
untuk tidak terlalu mementingkan diri sendiri, keduanya harus saling mengakui posisinya.
“Saling membutuhkan, saling tergantung dan oleh karenanya
perlu berkolaborasi merintis jalan bagi anggota masing-masing. Baik secara
perorangan maupun kelompok, untuk berkontribusi pada terbentuknya kebudayaan
dambaan masyarakat,” jelasnya.
Pendidikan bahasa dan seni diharapkan dapat menjadi awalan
sistem kebudayaan yang lebih maju. Dalam pertimbangannya, gemar terhadap
kebudayaan bukanlah merupakan tujuan akhir saja, melainkan menjadi upaya menuju
kebudayaan Indonesia atau kebudayaan Pancasila yang mengacu pada Ketuhanan Yang
Maha Esa.
“Kebudayaan Pancasila juga bukan tujuan akhir, melainkan
sarana menuju kehidupan kekal di akhirat, yang kita sama-sama diyakini adanya.
Visi kehidupan kekal yang bahagia akan mengilhami dan mendorong kita semua
untuk membangun kehidupan di dunia, kehidupan di alam semesta yang penuh
rahmat, sarat dengan kebajikan,” bebernya.
Ia memastikan bahwa para mahasiswa memiliki kemampuan dan keterampilan
dalam berkarya seni dengan menguasai fungsi seni yang potensial pada akhir
program untuk memenuhi mandat.
Selain itu, perlu dipastikan penyelenggara pendidikan bahasa
memberikan penguasaan kompetensi komunikatif antarbudaya bersama penerapannya.
Sehingga lulusan dapat menggunakan bahasa untuk menerapkan fungsi-fungsinya
secara baik dan efektif.
DYL