Serambiupdate.com Lembaga pendidikan
diingatkan tak menutup-nutupi kasus kekerasan seksual karena dapat
terseret kasus. Hal tersebut disampaikan oleh Yandri Susanto selaku Wakil Ketua MPR
menanggapi keterangan pengacara korban pelecehan seksual di Pondok Pesantren (Ponpes) Riyadhul Jannah, Depok, Jawa Barat.
Pihak ponpes diungkapkan mengimbau korban supaya tidak
mengadukan pelecehan seksual yang diperbuat oknum.
“Jika ditutupi, nanti pihak ponpes dapat dianggap
terlibat atau ikut merintangi persoalan yang kriminal ini,” ujar Yandri di
Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Wakil Ketua Umum (Waketum) PAN itu menggarisbawahi aksi
seperti itu sudah biasa terjadi. Sebab, kasus kekerasan seksual atau
permasalahan lainnya akan berpengaruh buruk bagi lembaga pendidikan yang
bersangkutan.
“Jika ada aib atau sesuatu yang tidak diinginkan
terjadi di lingkungan mereka biasanya berupaya semaksimal mungkin disembunyikan,"
imbuhnya.
Ketua Komisi VIII itu mengimbau lembaga pendidikan
tidak menjalankan upaya tersebut. Mereka harus kooperatif menindaklanjuti kasus
kekerasan seksual yang terjadi.
"Tidak perlu menunggu orang luar masuk.
Misalnya nanti ada yang melakukan ini, pihak ponpes harus menindaklanjuti secara
serius dan tidak menghambat," katanya.
Kuasa hukum korban pelecehan seksual Ponpes Riyadhul
Jannah, Anum, menyebutkan pengurus pesantren mengimbau korban tidak mengadukan
pelecehan seksual yang dialaminya. Dalihnya, supaya keluarga korban tidak terbebani
dengan masalah itu.
"Nanti orang tuanya kasihan menjadi kepikiran maka
anak-anak ini merasa takut, merasa kasihan juga hal ini diungkapkan kepada
orang tua," ujar Anum.
Pada akhirnya keluarga korban mengetahui pelecehan seksual
yang dilakukan oleh oknum ponpes tersebut. Mereka waspada terhadap kondisi anak
mereka yang berperilaku tidak normal.
Keluarga korban
juga mencari tahu secara perlahan. Akhirnya, korban mengungkapkan sudah
dilecehkan di ponpes tersebut.
DYL_IST