Oleh : Siti Safitri
Mahasiswa FEB Uhamka
Di Indonesia sendiri angka yang mengalami depresi pada umur ≥ 15 tahun berdasarkan hasil RISKESDA 2018, menunjukkan bahwa (6,1%) yang mengalami depresi. Melansir dari laman resmi Environmental Geography Student Association UGM, menurut ahli, suciodologist 4,2% siswa di Indonesia pernah berpikir untuk melakukan bunuh diri. Sedangkan di kalangan mahasiswa sendiri, mencapai 6,9% yang mempunyai keinginan untuk bunuh diri, dan 3% lain melakukan prcobaan bunuh diri.
Penyebab depresi belum diketahui secara pasti. Namun WHO menyatakan, bahwa depresi terjadi karena beberapa faktor yaitu faktor biologis, depresi sering diturunkan dalam keluarga, yang menunjukkan bahwa gen-gen bisa memengaruhi aktivitas fisik dalam otak. Penyebab lainnya termasuk penyakit jantung, kadar hormon yang berubah-ubah, dan terus menggunakan narkoba, yang bisa menimbulkan atau meningkatkan depresi.
Stres ringan bisa bermanfaat, tapi jika berlangsung lama dan terlalu berat, stres bisa berbahaya secara fisik dan mental. Ini juga bisa menyebabkan depresi pada remaja yang sedang mengalami perubahan hormon.
Faktor-faktor yang berkaitan dengan stres bisa termasuk perceraian orang tua, kematian orang tercinta, penganiayaan atau pelecehan seksual, kecelakaan yang parah atau penyakit. Faktor lain adalah ketidaksanggupan belajar, tuntunan orang tua yang terlalu tinggi agar anak berprestasi di sekolah. Depresi bisa juga disebabkan oleh perlakuan kasar di sekolah, masa depan yang tidak jelas, kesal menghadapi orang tua yang sedang depresi serta berubah-ubah sikap dan emosinya terhadap sang anak.
Depresi terjadi karena stress dan kecemasan yang berkepanjangan yang terhambatnya aktivitas sehari-hari dan menurunnya kualitas fisik. Remaja yang mengalami depresi akan terlihat sedih, tidak bahagia, rewel, suka mengeluh, mudah tersinggung, dan mudah marah. Remaja dengan depresi merasa bahwa tidak ada yang memperhatikan dan menyayanginya. Remaja terkadang merasa hampa, tidak merasakan perasaan apapun, dan mengeluh sakit yang sebenarnya tidak nyata.
Pencegahan depresi dapat dilakukan dengan pengendalian stres. Pengendalian stres masing-masing orang berbeda, ada yang mengelola stres dengan melakukan kegiatan yang disukai seperti hobi, melakukan kegiatan refreshing, mendekatkan diri dalam konteks spiritual keagamaan, hingga bercerita kepada orang lain untuk mengurangi beban stres. Terlepas dari stigma masyarakat, keberanian diri untuk terbuka terhadap orang lain merupakan salah satu langkah yang tepat. Di era digital seperti sekarang banyak platfrorm yang meyediakan layanan konsultasi secara daring dengan biaya maupun gratis.
Seseorang atau remaja yang mengalami depresi sangat membutuhkan orang terdekatnya untuk dapat mencegahnya melakukan tindakan bunuh diri ataupun melakukan tindakan yang merugikan diri sendiri. Namun, yang perlu ditekankan dan dibutuhkan bagi penderita depresi yaitu sikap empati.
Sikap empati merupakan sikap yang lebih efektif dilakukan sebagai upaya untuk menghibur seseorang yang tengah mengalami down atau krisis jiwa dalam hidupnya. Karena menurut ahli psikologi dorongan “be positive” justru dapat berdampak negatif sebab tidak semua orang membutuhkan kata-kata semangat ketika orang tersebut bercerita mengenai perasaan negatif atau pengalaman buruknya. Perkara seperti ini juga berlaku bagi penderita depresi yang tengah mengalami krisis jiwa. Pada akhirnya yang diperlukan untuk remaja yang mengalami depresi adalah sikap empati dari sesorang untuk bercerita (curhat) lebih baik atau sebagai upaya tindakan bunuh diri.