Onno W. Purbo, seorang Tokoh
penggerak internet Indonesia, turut berkomentar terkait persoalan ini.
Menurutnya, talenta digital harus
ditarik terlebih dulu dari asalnya. Maksudnya adalah harus ada transformasi di
dunia pendidikan.
Ia pun menyoroti budaya
pendidikan di sekolah dasar yang masih dididik dengan pola didikte. Sehingga
hal ini berimplikasi ketika sudah dewasa.
"Jadi pas sudah
dewasa kalau nggak ada yang dikte dia nggak bisa. Sedangkan makin tinggi
jenjang pendidikannya, udah nggak didikte lagi, harus berani berkreasi, apalagi
di bidang teknologi," ujar Onno kepada Merdeka.com pada suatu kesempatan.
Onno pun menceritakan
pengalaman saat dirinya berkali-kali membuat workshop di kampus yang biasanya
diselenggarakan selama lima minggu berturut-turut. Dari kegiatan itu yang
dinilai ada dua hal, buat karya aplikasi untuk disubmit dan mengerjakan ujian.
"Di workshop ini
dari peserta yang ikut di awal 300, sisa 20 yang bertahan sampe akhir. Jadi
sebagian besar dari semua anak-anak mahasiswa,
belum apa-apa udah mundur," katanya.
"Kalau saya liat
modelnya gitu semua sih rata-rata, jadi masalah ekosistem barangkali di
Indonesia. Karena lingkungannya udah nyaman, jadi Gini aja gue hidup kan ya,
jadi buat apa berjuang”.
“Persoalan ini harus
diubah justru sejak SD, gak bisa tiba-tiba pas SMA atau kuliah itu, ga
bisa," lanjutnya.
Karena itu, Onno
berpendapat, di tengah kondisi seperti ini perlu adanya transformasi di tiga
lini penting, yaitu sumber ilmu, infrastruktur, dan ekosistem. Onno menjadikan
apa yang dia kerjakan selama ini sebagai contoh sumber ilmu, dirinya membuat
Learning Management System (LMS) Onno Center bernama eLearning Rakyat untuk
akses 700 mata pelajaran IT secara gratis.
Menurut Onno Lini sumber
ilmu ini sudah mulai diupayakan oleh pemerintah dan swasta, misalnya Kominfo
yang merangkul Google dan Lintasarta dengan Dicoding-nya.
"Yang jadi masalah
juga adalah akses, karena mereka rata rata online. Konsekuensi lainnya ada di
infrastruktur, solusinya adalah dengan memberi izin jaringan-jaringan
komunitas," kata Onno.
Dirinya mengungkapkan, sudah
terbentuknya komunitas di desa yang mampu membuka akses Internet dengan membuat
infrastruktur BTS seluler sendiri. Namun, penciptaan akses legalitas yang masih
terkendala, masih menjadi sebuah masalah yang harus ditangani.
"Kalo yang begini
bisa dilegalkan, urusan di bawah beres, tinggal atasnya (pemerintah dan
industri-red) yang gerak bikin program penunjang
digitalisasi," tambah Onno.
Di lini ekosistem, Onno
mengatakan bahwa sistem pendidikan perlu diubah menjadi lebih mementingkan
eksplorasi dari yang hanya dominan teori. Dirinya mengungkapkan, cara ini
seperti yang dilakukan komunitas hacker dimana mereka berkumpul, mengoprek, dan
saling mempengaruhi rasa ingin ‘jago’.
"Makanya indonesia
hackernya jago-jago," imbuh Onno.
Onno juga mengatakan
pemerintah dan swasta harus membuat ekosistem yang kompetitif. Kompetisi ini
tidak hanya mengandalkan ijazah. Namun juga akan membuat swasta membutuhkan SDM
yang mumpuni. Menurut dia, banyak talenta digital terampil yang tidak
mengantongi ijazah. Orang-orang seperti ini lah yang biasanya sulit menembus
industri.
DYL_RPH