Serambiupdate.com - Prof Ahmad Suriansyah selaku pakar pendidikan dari Universitas Lambung Mangkurat (ULM) mengatakan bahwa untuk edukasi mitigasi bencana di intrakurikuler atau proses belajar mengajar di kelas sudah seharusnya disisipkan guna memberikan bekal pemahaman kepada para peserta didik agar tahu bagaimana harus bertindak ketika sedang terjadi bencana.
"Peristiwa robohnya tembok pembatas bangunan di MTsN 19 Pondok Labu, Jakarta Selatan, akibat terjadinya banjir hingga menewaskan tiga siswa harus dijadikan pelajaran pahit. Oleh karena itu, pentingnya diadakan edukasimitigasi bencana di lingkungan sekolah terutama peserta didik," ujarnya.
Kekeliruan paling mendasar para korban di MTsN 19 yaitu justru sedang asik bermain-main di halaman sekolah ketika bencana banjir terjadi padahal dengan kondisi banjir di saat hujan yang tak kunjung berhenti itu seharusnya tidak diperbolehkan bermain di luar kelas.
"Maka dari itu, peran guru sangat penting dalam pengawasan penanggulangan bencana banjir ini namun sepertinya guru juga belum banyak yang paham edukasi mitigasi bencana seperti apa yang harus dilakukan pada saat banjir menerjang sekolah," tutur Direktur Pascasarjana ULM itu.
Maka dari itu, ia berharap pihak sekolah bisa bekerja sama dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat dalam upaya penguatan edukasi mitigasi terkait kebencanaan di lingkungan sekolah.
Selain intrakurikuler, program edukasi mitigasi baik berupa teori maupun simulasi di lapangan juga bisa diberikan pada saat kegiatan ekstrakurikuler dengan dilakukan secara berkelanjutan.
"Jadi, prinsipnya edukasi mitigasi bencana harus terprogram betul, jangan sampai dilakukan hanya ketika masa pengenalan peserta didik baru atau bahkan tidak pernah sama sekali," tambahnya.
Insiden tembok roboh di MTsN 19 Pondok Labu akibat diterjang banjir pada Kamis (6/10) tersebut telah menewaskan tiga siswa serta melukai satu siswa yang sedang asik bermain di halaman sekolah.
ADP/SAN