Nurhuda menyebut, sangat prihatin atas berbagai kasus kekerasan seksual yang
terjadi di lingkungan pendidikan keagamaan
dan dengan dikeluarkannya PMA tersebut dapat menjadi acuan bagi para pemangku
kepentingan untuk mencegah tindak kekerasan seksual.
"Saya
menyambut baik terbitnya PMA tersebut karena maraknya kekerasan seksual di
bawah satuan pendidikan keagamaan memang harus direspon cepat dengan
regulasi," kata Nurhuda di Jakarta, Rabu (19/10).
Menurut Nurhuda, hal itu karena turunan dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022
tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang sudah lama ditunggu
masyarakat. Dia menegaskan, pendidikan keagamaan seharusnya dapat memberikan
contoh yang baik kepada masyarakat.
"Bagaimana bisa menjadi panutan jika Pendidikan keagamaan yang mengajarkan
akhlak, dalam beberapa kasus malah justru menjadi pelaku rusaknya akhlak. Ini jadinya tidak bisa dipegang antara
pernyataan saat mengajar dengan kelakuannya," ujarnya.
Sementara dari sisi substansi, Nurhuda menilai PMA tersebut sangat baik karena
memasukkan 16 kategori kekerasan seksual sehingga harus segera disosialisasikan
kepada masyararakat.
Menurut dia, tidak jarang regulasi dibuat namun tidak diketahui masyarakat.
Padahal, peran serta publik sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya
kekerasan seksual.
"Kami berharap ke depan seluruh elemen pendidikan keagamaan mampu
meningkatkan kesadarannya agar lebih fokus pada kegiatan pendidikannya. Mereka
juga bisa saling mengingatkan terhadap gejala-gejala yang mengarah pada
kekerasan seksual. Dengan demikian bisa dicegah sejak dini sebelum
kejadian," katanya.
PMA tersebut dinilai sebagai upaya
pemerintah untuk merespons kekerasan seksual secara cepat di lembaga pendidikan
keagamaan. Nurhuda mengingatkan bahwa jika kebijakan itu tidak efektif, maka
harus dievaluasi untuk ditemukan titik lemahnya.
DYL_RPH