Serambiupdate.com - Penyusunan aturan tentang kode etik guru tidak terlepas dari keterlibatan guru sendiri karena seorang guru sekaligus pengajar memiliki ikatan moral dengan apa yang akan dihasilkannya.
"Dalam penyusunannya, lebih bagus jika melibatkan langsung guru tersebut karena jika orang lain yang dilibatkan tidak akan ada ikatan moralnya. Pelibatan tersebut bisa melalui organisasi profesi guru seperti PGRI dan sebagainya sehingga akan lebih bermakna kalau mereka yang jadi faktor utamanya," ujar M Thoha B Sampurna Jaya selaku pengamat pendidikan dari Universitas Lampung (Unila) pada Rabu, (21/12).
Ia menyampaikan hal tersebut dalam menyikapi uji publik kode etik guru yang dilakukan Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Ditjen GTK) Kemendikbudristek bersama organisasi profesi guru.
"Kementerian di sini sifatnya harus sebatas memfasilitasi sehingga aturan tersebut akan ditaati jika mereka (guru) langsung yang membuat agar kode etik dapat berjalan baik," tuturnya.
Selain itu, ia menambahkan bahwa mengenai urgensi kode etik guru, di era keterbukaan informasi saat ini banyak ketidaksinambungan antara informasi yang didapat dan yang terjadi sebenarnya.
"Saat ini, terkadang yang sifatnya edukasi bisa bermakna berbeda. Contohnya, murid tidak terima dimarahi guru kemudian lapor ke orangtua, lalu orangtua lapor ke polisi. Itulah yang sering terjadi sekarang ini," tambahnya.
Namun demikian, tidak menutup kemungkinan adanya oknum guru yang bersikap tidak sewajarnya kepada anak murid sehingga hal tersebut perlu dipertegas lagi dalam kode etik guru.
"Maka semestinya hal itu diatur dalam kode etik mengenai batasan-batasan yang jelas yng disusun oleh guru yang melaksanakan," tegasnya.
ADP/SAN