Serambiupdate.com - Pendidikan sudah ada sejak zaman dahulu sebagai proses pembelajaran dari generasi ke generasi.
Dalam buku “Landasan Pendidikan” oleh Hamzah B. Uno dan Nina Lamatenggo, Pendidikan dalam kehidupan selalu berkelanjutan dan praktiknya selalu berbeda mengikuti perkembangan zaman.
Lalu, bagaimana sistem pendidikan di zaman kerajaan?
Sistem Pendidikan Zaman Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit
Dalam buku Sejarah Kelas XI oleh Nana Supriatna, tertulis bahwa pendidikan pada masa Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit hampir sama.
Kerajaan Sriwijaya menjadi pusat pendidikan Buddha dan menyebar hingga ke Asia Tenggara. Sedangkan sistem pendidikan Kerajaan Majapahit diorientasikan dan dipengaruhi oleh pandangan hidup agama Hindu-Buddha.
Sistem pendidikan keduanya kental dengan unsur agama. Hal ini bertujuan supaya masyarakat mampu menjalankan kewajibannya sebagai seorang religius yang menjalankan tugas keagamaan, serta kebutuhan individu untuk bertahan hidup, dan sebagai makhluk sosial yang menjalankan hak dan kewajiban sebagai masyarakat.
Aspek Sistem Pendidikan Zaman Sriwijaya dan Majapahit
Menurut Drs. Anggar Kaswati, M. Hum, dan kawan-kawan, dalam jurnal “Analisis Sistem Pendidikan pada Zaman Kerajaan Sriwijaya-Majapahit dan Zaman Modern dalam Kaitannya dengan Peradaban Bangsa Indonesia” disebutkan sistem pendidikan diperhatikan dari 6 aspek berikut.
1. Pendidik
Dalam agama Hindu, perlu adanya seorang pendidik atau guru untuk menciptakan manusia baru. Pendidik yang berperan yaitu seorang kaum Brahma atau kaum Ulama.
Para kaum Brahma belajar dan mengajarkan ilmu-ilmu seperti teologi, sastra, bahasa, serta ilmu bermasyarakat.
Tak lama pengaruh Buddha-Hindu masuk ke keraton dan membuat lembaga pendidikan keraton. Lembaga ini dimanfaatkan untuk mendidik ahli waris dan keturunan-keturunan raja oleh para pendeta keraton sebagai pendidik.
Adapun untuk masyarakat di luar keraton, terdapat guru pertapa yang menerima murid dari berbagai kalangan.
2. Peserta Didik
Peserta didik dikelompokkan seperti ahli waris dan kaum ningrat akan dididik oleh kaum Brahmana dan para pendeta yang khusus ke keraton.
Lalu ada masyarakat biasa yang terdiri dari seorang petani dan punggawa. Serta murid dari luar daerah, yaitu seorang murid dari berbagai macam negara yang datang untuk menuntut ilmu yang biasanya para musafir Budha dan belajar di Sriwijaya.
Pada sistem ini guru akan mudah karena tidak terlalu banyak peserta didik. Namun, dengan adanya sistem ini menimbulkan ketidakadilan karena hanya golongan atas yang menerima pendidikan.
3. Media Pendidikan
Pusat teologi Buddha dengan guru-guru besar terdapat di pulau Jawa. Selain itu, di Sumatera terdapat kerajaan Sriwijaya yang pusat pemerintahannya dari Ganton hingga India pada tahun 671. Banyak yang datang untuk belajar gramatika bahasa Sanskerta.
4. Metode Pendidikan
Sekitar abad ke-4 hingga abad ke-8 merupakan wujud sistem pendidikan tinggi. Sehingga menjelang jatuhnya kerajaan Hindu di Indonesia pada abad-abad terakhir ini membuat sistem pendidikan tidak berjalan seperti dulu.
Pembelajaran dilakukan oleh guru ke siswa dalam jumlah terbatas dalam suatu sekolah. Pada sekolah inilah siswa diajarkan ilmu pengetahuan yang bersifat umum dan ilmu-ilmu bersifat spiritual atau agama.
5. Kurikulum
Pada zaman ini materi yang disampaikan berupa ilmu-ilmu teologi, sastra, bahasa dan ilmu-ilmu bermasyarakat. Selain itu ada juga ilmu-ilmu seperti ilmu perbintangan, ilmu perhitungan waktu dan ilmu pasti.
Lalu adanya perkembangan budaya Hindu dan Indonesia melahirkan ciri-ciri yang khas. Seperti Majapahit yang melahirkan empu-empu pujangga dengan karyanya. Selain itu terdapat seni bangunan dan pahat, sastra, hingga filosofi.
Selain itu, terbentuklah pendidikan kejuruan dan keterampilan seperti pertanian, pelayaran, perdagangan, konstruksi bangunan, seni pahat, dan sebagainya.
6. Organisasi Pendidikan
Tidak hanya ada sistem pendidikan, selain itu tercipta organisasi atau lembaga pendidikan yang menaungi pendidikan pada masa ini.
Seperti pada abad ke-10 di Jawa Timur terdapat lembaga pendidikan sistem Vihara. Vihara ini merupakan tempat belajar dan hidup bersama para biksu atau pendeta Budha.
(Adelia Putri/SAN)