Samrotunajah mengatakan, Keterbukaan Informasi Publik telah
diatur dalam UU Nomor 14 tahun 2008. Aturan itu menjadi dasar bagi badan publik
untuk melaksanakan terwujudnya good governance. Badan publik yang dimaksud
yakni badan yang diamanatkan untuk melaksanakan penyelenggaraan negara dengan
support anggaran APBN dan APBD. Diantaranya, lembaga eksekutif dan legislatif,
termasuk perguruan tinggi.
"Badan publik wajib memberikan informasi yang menjadi
hak setiap orang, karena hak setiap orang dimuat dalam UUD 1945 di pasal
28," tutur Samrotunajah.
Hal tersebut dilakukan agar masyarakat dapat mengawal
pertanggungjawaban badan publik terhadap pemanfaatan anggaran negara dengan
adanya Keterbukaan Informasi Publik.
"Hal ini juga dimaksudkan untuk mengawal tidak adanya
penyalahgunaan anggaran," ujarnya.
Sedangkan, keterbukaan yang dimaksud yakni bagaimana
informasi dapat tersampaikan dan dimanfaatkan oleh masyarakat yang menjadi
target sasarannya.
"Misal perguruan tinggi apakah ada beasiswa itu harus
tersampaikan kepada target audiens, tidak hanya lingkungan mahasiswanya,
mungkin masyarakat yang ingin kuliah disini," ujarnya.
Sejauh ini, dia menilai bahwa pelaksanaan keterbukaan
informasi di Universitas Brawijaya sudah baik. Animo mahasiswa untuk
memanfaatkan media informasi milik UB sudah bijak untuk memahami informasi yang
disampaikan.
"Harapannya juga diikuti Perguruan Tinggi lainnya untuk
ikut mengawal sehingga dapat meminimalisasi risiko-risiko potensi informasi
hoaks, dan justru menyesatkan," katanya.
Dia juga mengingatkan, perguruan tinggi di mana saja bila
mendapat persoalan yang menyangkut hajat hidup banyak maka tidak perlu
menutup-nutupi informasi. Justru bila tidak adanya keterbukaan informasi
terkait persoalan yang ada maka berpotensi menurunkan tingkat kepercayaan
publik terhadap perguruan tinggi itu sendiri.
Disisi lain, pihaknya juga akan melakukan pengawasan
keterbukaan informasi kepada badan publik lainnya. Diantaranya, seperti badan
publik terkait industri obat, keuangan, dan BUMN.
(Alifia Angel/dyl)