Serambiupdate.com Wakil
Ketua DPRD Jateng Sukirman menekankan pentingnya upaya pencegahan kekerasan di
satuan pendidikan. Dari sekian banyak kasus yang ada, peristiwa kekerasan di
lingkungan pendidikan, baik kekerasan fisik, psikis, bahkan seksual, termasuk
pelecehan memiliki angka kasus cukup tinggi. Misalnya, Kota Semarang menduduki
peringkat 11 se-Jawa Tengah dari 35 kabupaten/kota.
Meski
jumlahnya mengalami penurunan, namun permasalahan ini masih menjadi perhatian
utama. Pencegahan kekerasan merupakan hal yang penting, baik di lingkungan
keluarga maupun di lembaga pendidikan.
"Karena
sekolah merupakan rumah kedua untuk anak-anak, pelajar SMA dan SMK menghabiskan
sepertiga waktunya di sekolah sehingga harus dipastikan sekolah mereka nyaman
dan aman dari kekerasan," ujar Sukirman dalam keterangan tertulis.
Sementara itu, Direktur Yayasan Anantaka Tsaniatus Solihah menegaskan, angka kekerasan terhadap anak di lembaga pendidikan masih sangat tinggi, oleh karena itu menurutnya sekolah berperan penting dalam membangun program pencegahan.
Diketahui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak Republik Indonesia telah menerbitkan Peraturan Menteri PPPA RI Nomor 8 Tahun 2014 tentang Sekolah Ramah Anak, dan kemudian juga menyiapkan pedoman khusus sekolah ramah anak. Kebijakan ini dibuat untuk melindungi anak-anak di lembaga pendidikan dari segala bentuk kekerasan.
Sebagaimana
ditentukan dalam Peraturan Menteri, sekolah ramah anak adalah lembaga
pendidikan formal, non-formal yang aman, bersih, sehat, ramah lingkungan, berbudaya,
mampu menjamin, mencapai, dan menghormati hak-hak anak dan melindungi mereka
dari kekerasan, diskriminasi dan pelanggaran lainnya, serta mendukung
partisipasi anak, khususnya dalam perencanaan, kebijakan, pembelajaran,
pemantauan dan mekanisme pengaduan terkait implementasi hak dan perlindungan
anak di bidang pendidikan.
Sebagai
ibu kota Jawa Tengah, Kota Semarang telah giat mengembangkan sekolah ramah anak
sejak tahun 2019. Program ini telah dilaksanakan di berbagai jenis lembaga
pendidikan antara lain PAUD, SD, SMP, SMA/K, SLB, Madrasah (dari Tingkat RA,
MI, MT hingga MA). Selanjutnya SEKBER (Sekretariat Bersama Sekolah Ramah Anak)
dibentuk untuk memantau dan mengawasi penyelenggaraan sekolah ramah anak di
Kota Semarang.
Namun
dalam pelaksanaannya, tidak semua satuan pendidikan melakukan upaya penerapan
keenam komponen SRA, antara lain kebijakan SRA, implementasi kurikulum,
pendidikan dan tenaga pendidik. Pendidikan dilatih tentang hak-hak anak, sarana
dan prasarana sekolah ramah anak, partisipasi anak, orang tua. kontrol.
Keterlibatan, organisasi kemasyarakatan, dunia usaha, pemangku kepentingan
lainnya dan alumni.
Perbedaan
wilayah hukum menyebabkan terjadinya kesenjangan dalam pengembangan program
sekolah ramah anak. Satuan pendidikan yang berada di bawah kewenangan
pemerintah kota seperti PAUD, SD, dan SMP telah berhasil mengembangkan program
ini, terutama dalam hal pengawasan.
Namun
di bawah pengelolaan SMA, SMK dan SLB Provinsi, belum banyak program yang
dikembangkan. DPRD Provinsi Jawa Tengah menegaskan hal tersebut dan melakukan
upaya pertukaran dan belajar lebih banyak agar sekolah ramah anak ini dapat
dikembangkan lebih maksimal.
Oleh
karena itu, salah satu upaya DPRD Jawa Tengah adalah dengan menyelenggarakan
kelompok diskusi pencegahan kekerasan melalui satuan pendidikan ramah anak di
Kota Semarang. Diharapkan dengan kegiatan ini lembaga pendidikan menengah dan
kejuruan dapat mengembangkan program pencegahan kekerasan di lembaga
pendidikan.
Semoga
focus group ini dapat membuka pikiran
sekolah untuk mulai mengembangkan dan meningkatkan program pencegahan kekerasan
melalui program Sekolah Ramah Anak yang dapat mewujudkan 6 komponen SRA.
Untuk
lebih jelasnya, kegiatan ini dihadiri oleh Wakil Ketua DPRD Jateng H Sukirman
SS, Kanwil Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah Cabang I, Yayasan Anantaka dan
dosen Unissula selaku penanggung jawab narasumber.
(Kharisma PC/Dyl)