Serambiupdate.com - Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945, setiap warga negara Indonesia, baik yang berada di dalam maupun di luar negeri, memiliki hak akses pendidikan. Untuk mewujudkan hak tersebut, pemerintah, melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), menawarkan beasiswa Afirmasi Pendidikan Menengah (ADEM) Repatriasi bagi anak-anak Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang tinggal di luar negeri, khususnya di Sabah, Sarawak, dan Johor Bahru, Malaysia.
Program ini ditujukan untuk siswa yang telah menyelesaikan pendidikan SMP agar dapat melanjutkan pendidikan menengah di 108 sekolah yang berpartisipasi dalam program ADEM Repatriasi, tersebar di 11 provinsi.
Abdul Kahar, Kepala Pusat Layanan Pembiayaan Pendidikan (Puslapdik) di Kemendikbudristek, berharap bahwa melalui beasiswa ini, siswa repatriasi dapat membangun masa depan yang cerah dan memberikan kontribusi positif bagi masyarakat dan bangsa.
“Saya harap, melalui beasiswa ini, siswa repatriasi dapat membangun masa depan yang cerah dan memberikan kontribusi positif bagi masyarakat dan bangsa,” harap Abdul.
Di sisi lain, Hafilludin, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan di SMK Negeri 1 Kota Banjarbaru, berbagi rasa bangganya karena sekolah mereka terpilih sebagai lembaga yang mengimplementasikan program ADEM Repatriasi untuk mendidik anak-anak Indonesia di Malaysia. Hingga tahun 2023, SMK Negeri 1 Kota Banjarbaru telah menerima 12 siswa repatriasi, dengan enam di antaranya sudah lulus.
“Tentu saya sangat bangga bahwa sekolah kami terpilih lembaga yang mengimplementasikan program ADEM Repatriasi untuk mendidik anak-anak Indonesia di Malaysia,” tutur Hafilludin.
Menurut Hafilludin, siswa repatriasi yang melanjutkan pendidikan di SMK Negeri 1 Kota Banjarbaru memiliki kompetensi yang luar biasa, meskipun awalnya kurang percaya diri. Ia menyatakan bahwa siswa-siswa ini telah menunjukkan bakat dalam berbagai bidang, termasuk meraih peringkat kedua dalam kompetisi keterampilan provinsi. Beberapa di antaranya unggul dalam kerajinan seperti seni keramik dan pembuatan perabot, bahkan melebihi siswa lokal. Hafilludin, yang juga mengajar perhotelan, menekankan pentingnya kegiatan ekstrakurikuler dalam meningkatkan rasa nasionalisme, keterampilan kepemimpinan, dan rasa percaya diri siswa-siswa ini.
“Ketika siswa repatriasi pertama kali masuk sekolah, mereka tidak percaya diri dengan kemampuan mereka. Namun, seiring berjalannya waktu, mereka mengalami peningkatan yang signifikan. Saya juga menekankan bahwa prestasi siswa tidak terbatas pada akademik dan dapat muncul dalam bentuk kegiatan lain, seperti olahraga atau seni. Beberapa siswa bahkan telah mendapatkan pekerjaan magang di hotel, mengaplikasikan keterampilan mereka. Alumni sekolah tersebut juga telah melanjutkan pendidikan tinggi, seperti di Bali,” tambah Hafilludin.
Salah seorang siswa repatriasi asal Sulawesi Selatan yang saat ini belajar di SMK Negeri 1 Kota Banjarbaru, Kasmir Rullah, mengungkapkan kejutannya saat pertama kali sekolah. Ini disebabkan oleh kendala bahasa, karena ia tidak lancar berbahasa Indonesia.
“Namun, sejak itu, saya telah merasa bangga belajar di Indonesia dengan beasiswa ADEM Repatriasi. Sebelumnya impian saya adalah menjadi tentara, namun sekarang ia bercita-cita menjadi guru seni,” kata Kasmir.
Kasmir memberikan pesan kepada teman-temannya yang masih menempuh pendidikan di Pusat Pembelajaran Komunitas (Community Learning Center/CLC) di Sabah, Sarawak, dan Johor Baru untuk terus melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
“Saya mendorong mereka untuk tidak langsung mencari pekerjaan di perkebunan atau konstruksi setelah menyelesaikan SMP, melainkan harus memanfaatkan beasiswa untuk mendapatkan pendidikan yang baik,” tambah Kasmir.
Demikian pula, Serin Andarias, siswa kelas XII di SMK Negeri 1 Martapura yang mengambil jurusan akuntansi dan keuangan negara di Kalimantan Selatan, awalnya tidak percaya bahwa ia bisa bersekolah di Indonesia dengan beasiswa ADEM Repatriasi. Ia merasa bangga dapat belajar di sekolah prestisius di Kalimantan Selatan dan bercita-cita menjadi seorang polwan.
“Terdapat perubahan terbesar di dalam diri saya setelah belajar di Indonesia yaitu menjadi lebih mandiri dan bertanggung jawab. Saya bertekad untuk sukses dan ingin membawa orang tua saya kembali ke Indonesia karena hidup di sini lebih baik dan nyaman,” ungkap Serin.
Joakim Naya Watun, seorang siswa asal Flores, Nusa Tenggara Timur, yang lahir di Sabah, kini belajar di SMK Negeri 1 Martapura jurusan desain komunikasi visual. Joe, sebagaimana ia dipanggil, menyatakan rasa terima kasihnya karena dapat bersekolah di Indonesia. Awalnya, ia sama sekali tidak tahu tentang Kalimantan Selatan, tetapi seiring berjalannya waktu, ia telah dengan nyaman beradaptasi dengan lingkungannya.
“Setelah menyelesaikan studi di SMK, saya bercita-cita melanjutkan pendidikan lebih tinggi dalam bidang teknologi informasi atau musik. Orang tua saya yang telah menetap di Kalimantan Utara, sangat mendukung jenjang pendidikan saya di Indonesia dan mendorongnya untuk belajar dengan sungguh-sungguh, dengan menekankan bahwa tidak semua orang memiliki kesempatan untuk mendapatkan beasiswa semacam itu,” ujar Joe.
(Dewi Oktaviani/adp)