Manusia senang mendapatkan kebaikan. Namun, kesadaran, perhatian, dan kepekaannya pada keadaan-baik cukup lemah. Manusia membutuhkan Tuhan Yang Mahabaik, yang kebaikan-Nya melebihi kebaikan seluruh makhluk. Tuhan yang kebaikan-Nya jauh lebih besar, jauh lebih banyak, dan jauh lebih sering dari manusia yang paling baik sekalipun.
Manusia beruntung, Allah sangatlah baik. Dia al-Hafiy. Melalui kutipan lisan Nabi Ibrahim di surah Maryam ayat 47, Allah memperkenalkan sifat baik-Nya. Qala salamun ‘alayka sa-astaghfiru laka rabbi innahu kana bi hafiyya. Ia berkata, “Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan memintakan ampun bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku.”
Allah Sang Mahabaik. Dia mengampuni kesalahan hamba. Dia memberikan nikmat sekalipun kepada hamba yang bermaksiat. Dia berbuat baik kepada hamba walaupun hamba tak jarang berburuk sangka, berputus asa, atau tidak mengenali kebaikan-Nya. Dia menyampaikan karunia sekalipun hamba tak menyadarinya, sekalipun hamba sudah berulang kali mendapatkan karunia-Nya.
Allah memiliki puncak kebaikan. Tak ada yang melebihi kebaikan-Nya. Tidak ada pula yang tidak tergantung kepada kebaikan-Nya. Semua kebaikan pada makhluk terhimpun dalam kebaikan-Nya. Bahkan tidak ada kebaikan dari makhluk kepada sesamanya selain karena kebaikan-Nya.
Allah terus berulang kebaikan-Nya. Berkali-kali hamba meminta, Allah tetap menanggapi dan mengabulkan. Berulang-ulang hamba membuat kesalahan, Allah tetap berkenan memberi ampunan. Berkali-kali hamba mengulang kebaikan, Allah tetap melipatgandakan ganjaran.
Hamba al-Hafiy tumbuh menjadi pribadi yang konsisten dan terus semangat untuk berbuat baik. Ia selalu memandang kebaikan darinya kepada sesama bukanlah apa-apa dibanding kebaikan Tuhannya kepada dirinya.
“Ya Allah al-Hafiy, ampunilah kami, orang tua kami, dan guru-guru kami. Ampunilah kami, orang-orang yang pernah membantu kami berbuat baik, orang-orang yang pernah berbuat baik kepada kami, dan orang-orang yang pernah mengantarkan kebaikan kepada kami.”
