Oleh: izzarohman
Manusia sering berpikir rendah, berkata rendah, berperilaku rendah, berselera rendah dan bahkan menghamba pada yang rendah. Tapi manusia juga sering sombong dan angkuh. Manusia membutuhkan Tuhan Yang Mahatinggi, sehingga manusia punya motivasi untuk menghamba dan mendamba, punya alasan untuk memuji dan memuja. Kesadaran pada kemahatinggian Tuhan dapat menyelamatkannya dari kesombongan ataupun penghambaan pada yang rendah, sekaligus mengatasi problematika keterbatasan pikiran, perkataan, dan tindakan manusia tentang-Nya.
Manusia beruntung sekali diingatkan melalui firman-Nya: ‘Alimul-ghaybi wasy-syahadatil-kabirul-muta’al. Dia Allah adalah Yang Mengetahui semua yang gaib dan yang tampak, Yang Mahabesar, Mahatinggi. (ar-Ra’d: 9) Allah al-Muta’ali.
Ya, Allah Mahatinggi. Dia tidak rendah. Bahkan, Dia lebih tinggi dari semua yang tinggi. Tak ada yang lebih tinggi dari-Nya. Bahkan, pada hakikatnya semua selain-Nya rendah. Allah saja yang tinggi. Di hadapan-Nya, semuanya rendah, semuanya lemah.
Allah tinggi dalam segala segi. Dalam ilmu, hikmah, ataupun hujah, semua selain-Nya rendah. Dalam kehendak, kuasa, dan kasih, semua selain-Nya rendah. Dia melampaui dan meng-atas-i semua sifat makhluk. Ketinggian-Nya tak dapat dicerna ataupun dijangkau oleh ciptaan.
Allah Mahasuci dari segala pikiran, perkataan, dan bayangan yang tidak sesuai dengan ketinggian-Nya. Dia Mahasuci dari perkataan rendah para pendusta yang mengada-ada tentang-Nya. Dia Mahasuci dari semua yang tidak pantas ataupun semua yang tidak pas.
Hamba al-Muta’ali tumbuh menjadi pribadi yang rendah hati, tidak merendahkan orang lain, dan tidak pula silau dengan pujian dan kehormatan di mata makhluk. Ia tidak tinggi hati saat orang tinggikan, tidak pula sakit hati saat orang rendahkan.
“Ya Allah, muliakanlah diri kami, hidup kami, dan derajat kami. Tak ada yang dapat merendahkan kekasih-Mu, Engkaulah al-Kabir al-Muta’ali. Menjadi hamba-Mu adalah cita-cita tertinggi yang dapat kami capai. Bagi-Mu segala puji.”