Notification

×

Iklan

Iklan

Gelaran PON: Ajang Persatuan Bukan Perpecahan

18 September 2024 | Rabu, September 18, 2024 WIB | Last Updated 2024-09-18T05:45:14Z

Oleh: Dr. Dian Permana, S.Pd., M.Pd., AIFO.
Dosen Pendidikan Jasmani STKIP Purwakarta, Lulusan Program Doctoral Pendidikan Olahraga Sekolah Pascasarjana UPI

Serambiupdate.com Seyogyanya, gelaran akbar tahunan Pekan Olahraga Nasional (PON) merupakan ajang nasional dalam mewujudkan semangat persatuan dan kesatuan bangsa. Namun demikian baru-baru ini kita dihebohkan dengan kabar tidak sedap terkait adanya indikasi kurang sehatnya penyelenggaraan PON XX1 Aceh-Sumut 2024. Kontroversi hasil pertandingan pada cabang olahraga sepakbola dan tinju mendapat perhatian besar dari masyarakat Indonesia yang menyulut perdebatan tidak sehat di berbagai media, terutama media sosial. Hal ini memiliki dampak negatif dan berpotensi memecah-belah persatuan bangsa yang justru berkebalikan dengan landasan historis awal mula diadakannya agenda tersebut.

Persatuan dan Kesatuan Bangsa Indonesia merupakan ruh yang melatarbelakangi awal mula penyelenggaraan PON pertama tahun 1948 di Solo. Saat itu, Indonesia yang baru Memproklamirkan Kemerdekaan mendapat penolakan mengikuti Olimpiade. Hal tersebut bukan tanpa alasan, mengingat kedaulatan Republik Indonesia belum diakui secara penuh oleh bangsa-bangsa di dunia. Maka dari itu, Presiden Soekarno menjadikan PON sebagai event yang sangat penting dalam mengokohkan eksistensi dan “unjuk gigi” atas kedaulatannya di mata dunia internasional. Memperhatikan hal tersebut, jangan sampai karena ingin meraih medali dan juara, sehingga melabrak dan mencederai nilai-nilai dan ruh penyelenggaraan PON.

Guru Besar Olahraga Universitas Pendidikan Indonesia, Prof. H. Amung Ma’mun, M.Pd. (2019) mengungkapkan bahwa pada era kepemimpinan Presiden Soekarno  kebijakan Pembangunan olahraga nasional selaras dengan visi “Nation and Character Building”, yakni olahraga dijadikan sebagai instrumen dalam membangun negara dan karakter bangsa. Hal ini sejalan dengan pernyataan United Nations (2003) bahwa terdapat nilai-nilai yang dapat diperoleh melalui olahraga, yang mencakup: kerjasama (cooperation), komunikasi (communication), menghormati peraturan (respect for the rules), mampu memecahkan pemasalahan (problem-solving), saling memahami (understanding), membangun jaringan (connection with others), jika kepemimpinan (leadership), mengormati orang lain (respect for others), usaha sungguh-sungguh (value of effort), cara meraih kemenangan (how to win), cara menghadapi kekalahan (how to lose), strategi mengatur kompetisi (how to manage competition), keadilan (fairplay), saling membagi (sharing), harga diri (self-esteem), kepercayaan (trust), kejujuran (honesty), menghormati diri (self-respect), sikap toleran (tolerance), ketekunan dan kesenangan (resilience), bekerjasama dalam tim (team-work), kedisiplinan (discipline) dan kepercayaan diri (confident).

Olahraga yang merupakan sumber potensial paling penting untuk meningkatkan dan mempercepat upaya pembangunan bangsa (Millenium Development Goals (MDGs). Keunikan olahraga menjadikannya komponen yang berharga dari pendekatan holistik yang lebih luas dalam mencapai delapan tolok ukur MDGs dengan target yang bertujuan: (1) Mengentaskan kekurangan pangan yang sangat parah, (2) Meraih pendidikan mendasar menyeluruh, (3) Mesosialiasikan persamaan jender dan pemberdayaan kaum wanita, (4) Menurunkan resiko kematian anak-anak, (5) Memperhatikan kondisi kesehatan ibu, (6) Mencegah dan menanggulaingi HIV-AIDS, malaria, dan penyakit lainnya, (7) Memastikan kondisi lingkungan yang tetap lestari dan (8) Menumbuhkembangkan kerjasama dalam pembangunan.

Paparan gamblang di atas, baik secara historis maupun teoretis terkait penyelenggaraan kompetisi olahraga dalam hal ini PON XX1 Aceh-Sumut sepantutnya memberikan pemahaman mendalam dan menyadarkan segenap pihak. Baik pihak yang terlibat langsung dalam PON (Pemerintah, Panitia Penyelenggara, Wasit, Officiall, Atlet, Pendukung) maupun masyarakat indonesia yang tidak terlibat secara langsung, supaya mngamalkan nilai-nilai Pancasila Sila ke-3 Persatuan Indonesia, dibandingkan dengan provinsialisme, sikap egois menang sendiri dan merasa paling benar dan berhak atas hasil yang diraih. 

Beberapa kontroversi yang terjadi pada penyelenggaraan PON kali ini, harus diselesaikan dengan cara musyawarah, dengan menjungjung tinggi nilai-nilai kerjasama (cooperation), komunikasi (communication), menghormati peraturan (respect for the rules), saling memahami (understanding), membangun persatuan (connection with others), saling menghormati (respect for others), bagaimana meraih kemenangan (how to win), cara menghadapi kekalahan (how to lose), keadilan (fairplay), saling berbagi (sharing), kejujuran (honesty), sikap toleran (tolerance). Sehingga menghasilkan penyelesaian akhir yang tepat dan bijak untuk semua pihak, agar kesatuan dan persatuan bangsa tetap kokoh sesuai dengan harapan dan cita-cita luhur dari para pendiri bangsa. Semangat berkompetisi tanpa saling menyakiti, semangat berjuang untuk menang tanpa saling berperang uang. Salam olahraga!.

=