Ia menjelaskan proses seperti kerja praktek relawan masyarakat atau magang mahasiswa di tengah masyarakat dapat membantu mengurangi angka anak putus sekolah. "Termasuk juga ke depan Kementerian akan memperkenalkan program sukarelawan mengajar, bagaimana sukarelawan mengajar ini datang dari masyarakat yang peduli terhadap pendidikan," tutur Fajar.
Ia mengungkapkan mereka mampu memberikan layanan pendidikan ketika ada keterbatasan SDM dari pemerintah, misalnya di daerah terpencil, perbatasan, dan terluar dimana akses pendidikan sulit dan terbatas. "Oleh karena itu, kami akan memanfaatkan kelompok masyarakat yang ada di daerah tersebut, baik di mushalla, masjid, maupun gereja. Kami akan meningkatkan pembelajaran di luar sekolah, yang mengajarnya diutamakan warga lokal," katanya.
Ia mengakui memang terdapat kendala keterbatasan kompetensi, yang tidak dapat disetarakan dengan daerah Jawa, namun hal itu dapat diatasi, mereka akan dilatih kemampuan pedagogik, yang penting anak-anak di sana dapat menikmati pembelajaran yang baik, standar minimum.
"Tokoh masyarakat, karena jika di Papua misalnya, membawa orang dari luar akan sulit, ada faktor keamanan, faktor budaya, maka pendekatan kami adalah memanfaatkan potensi masyarakat lokal di daerah-daerah terpencil, polanya akan sama," pungkas Fajar. Ia menyampaikan pihaknya baru saja bertemu dengan perusahaan besar di Papua, akan berkoordinasi, karena mereka ingin mengarahkan pendidikan, akan melatih masyarakat setempat, yang dibiayai oleh perusahaan tersebut.
"Ini merupakan bagian dari kerja sama antara pemerintah dan dunia usaha di daerah-daerah terpencil, jadi kita memiliki kesepakatan, misalnya di sana akan dimulai memanfaatkan gereja sebagai tempat belajar," ujarnya.
(FH/DYL)